Sabtu,  27 April 2024

Dolar Ngamuk, Rupiah Anjlok, Dampak Pilpres Apa Israel Kepala Batu?

RN/NS
Dolar Ngamuk, Rupiah Anjlok, Dampak Pilpres Apa Israel Kepala Batu?
Ilustrasi

RN - Dolar Amerika Serikat (AS) mengamuk. Senin (23/10/2023), rupiah dibikin remuk dengan angka nyaris 16 ribu per dolar.

Beberapa ahli keuangan menyebutkan, ambruknya rupiah dampak dari riuhnya pilpres. Ada juga yang menyebut kalau rupiah terpuruk karena Israel terus menggempur Palestina.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melaporkan kondisi rupiah kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Senin (23/10/2023). Diketahui rupiah alami tekanan berat sejak beberapa waktu terakhir. 

BERITA TERKAIT :
Bantuan Duit Perang Dari AS Ke Israel & Ukraina Bikin Kusut Dunia 
Ngeri Banget, Amerika Bakal Suntik Duit Untuk Israel Dan Ukraina

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di angka Rp15.930/US$ atau melemah 0,38% bahkan di tengah perdagangan sempat menyentuh titik terlemahnya yakni Rp15.965/US$. Jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan Jumat (20/10/2023) yang ditutup di angka Rp15.870/US$.

Sri Mulyani menjelaskan, tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh situasi global, khususnya bersumber dari Amerika Serikat (AS). Suku bunga acuan AS dimungkinkan masih terus naik, demi meredam inflasi tinggi.

"Kita semua tahu fenomena global saat ini dengan Amerika Serikat yang hadapi inflasi yang cukup tertahan tinggi, dan kondisi ekonomi yang cukup kuat," ungkap Sri Mulyani.

"Mereka kemudian mengeluarkan signal atau paling tidak dibaca market, bahwa higher for longer itu akan terjadi dan ini yang sebabkan banyaknya capital flowing back to Amerika Serikat," terangnya.

Indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.55 WIB menguat sebesar 0,06% menjadi 106,23. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (20/10/2023) yang berada di angka 106,16.

"Pak Gubernur BI sebelumnya mengatakan di 93, berarti Dolar itu kuat secara global," kata Sri Mulyani.

KSSK, kata Sri Mulyani tengah menyiapkan kebijakan untuk merespons situasi tersebut, baik terhadap nilai tukar, inflasi maupun sektor riil.

"Kita akan terus sinkronkan kebijakan moneter dan fiskal agar dalam situasi di mana pemicunya adalah negara seperti Amerika Serikat dampaknya ke ekonomi kita bisa dimitigasi dan diminimalkan. Baik terhadap nilai tukar, inflasi, maupun terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Itu yang terus kita lakukan," ujarnya.