RN - Surya Paloh memang pintar mencari celah dan peluang. Lewat instingnya, bos media group itu mampu mendongkrak suara NasDem.
Di 2014 dan 2019, Bang SP begitu Surya Paloh biasa disapa mampu menyelamatkan NasDem dan berhasil lolos dari batas ambang atau parliamentary threshold (PT). Padahal banyak lembaga survei, menyebut NasDem bakal karam.
Kini Bang SP, mempu menarik 'Anies Effect'. Hal ini tentunya membuat suara Nasdem terdongkrak. Pemilik tujuh kursi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih itu dipastikan bakal mendapatkan jatah kursi pimpinan dewan.
BERITA TERKAIT :PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Pengamat: Orang Lama Jangan Ikut Seleksi, DPRD Harus Audit Anggaran KPID Jakarta
Caleg-caleg Partai NasDem yang bertarung di Jakarta kini punya semangat kemenangan. Apalagi nama Anies laku dan laris manis di Jakarta.
Efek ekor jas (coat-tail effect) bisa disimpulkan dengan pendongrak elektabilitas dari capres ke parpol pengusung. Pasangan Anies-Cak Imin (AMIN) kini didukung oleh NasDem, PKB dan PKS.
Pengaruh elektoral calon presiden terhadap partai pengusungnya tergantung dari caleg, apakah bisa memanfaatkan popularitas capres-cawapresnya?
Dikutip dari saifulmujani.com, kajian ilmiah mengenai efek ekor jas (EEJ) didasarkan pada penelitian pemilu serentak dalam sistem presidensial dua partai seperti, utamanya, di Amerika Serikat (AS). Kesimpulan umumnya adalah terdapat hubungan yang positif antara kekuatan elektoral seorang calon presiden dan partai yang mengusungnya.
Artinya, seorang calon presiden atau presiden yang populer dengan tingkat elektabilitas yang tinggi akan memberikan keuntungan positif secara elektoral kepada partai yang mengusungnya sebagai calon.
Nah, Anies di Jakarta memiliki elektabilitas yang tinggi. Jika dibandingkan dengan Ganjar dan Prabowo. Artinya, caleg-caleg NasDem bisa memanfaatkan 'Anies Effect'.
Dalam prakteknya, politik elektoral di Indonesia sangat dinamis, sehingga implementasi efek ekor jas tidak bisa seideal dalam tataran wacana. Misalnya, keinginan caleg untuk meraup suara sebanyak-banyaknya tidak semudah yang dibayangkan.
Efek ekor jas juga tidak bisa semata-mata dimaknai sebagai strategi pemenangan partai politik, capres atau parpol. Pesan-pesan dan permainan isu serta melihat karakteristik pemilih juga harus dikaji secara dalam.
Karena setiap daerah, dapil atau kawasan sangat berbeda karakteristik pemilihnya. Untuk menyampaikan pesan secara luas bukan hanya menggunakan media tapi tokoh-tokoh lokal juga bisa menjadi simbol atau corong dalam meraup suara.
Sejak Pemilu 2014, karakteristik efek dari publikasi isi (content) media menjadi faktor salah satu penentu kemenangan. Penentu kemenangan tentunya wajib menggunakan teori framing.
Efek dari framing, seseorang bisa mengendalikan massa. Teori framing mempunyai kemiripan dengan Agenda-Setting Theory, di mana kedua teori ini fokus pada kekuatan media untuk memengaruhi persepsi khalayak.
Teori framing mengemukakan “bahwa cara suatu informasi disajikan kepada audiens (disebut ‘frame’) memengaruhi cara orang memilih untuk memroses informasi tersebut” (Davie). Jadi, tergantung dari bagaimana sesuatu itu disajikan kepada kita, maka akan memengaruhi cara kita memahami dan memproses informasi tersebut.
Teori framing dapat diterapkan pada berbagai situasi, termasuk media massa, kampanye politik, dan bertemu warga di dapil.