RN - Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang sedang digodok DPRD DKI Jakarta membuat UMKM ketar-ketir. Para pedagang teriak karena ada salah satu pasal soal larangan menjual rokok.
Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) dan Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) menyampaikan keberatan atas pasal-pasal yang mengatur pelarangan penjualan rokok.
Aspirasi disampaikan langsung ke Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Jhonny Simanjuntak di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat pada Senin (29/9/2025).
BERITA TERKAIT :Pansus KTR Jadi Alat Mainan DPRD DKI, Pintu Masuk Negoisasi Ke Pengusaha Hiburan Malam Dan Hotel?
“Ya, kami hari ini menerima dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia dan Komunitas Warteg Nusantara. Mereka menyampaikan keberatan terhadap beberapa rancangan pasal-pasal di Perda KTR,” kata Jhonny usai pertemuan tertutup selama satu jam.
Ia menilai semangat dari Perda KTR seharusnya hanya mengatur larangan merokok di tempat-tempat tertentu agar tidak mengganggu orang lain. Namun dalam draf yang ada, aturan justru melebar hingga mengatur larangan penjualan rokok yang dapat membuat bangkrut pelaku usaha kecil.
“Kalau itu dilakukan, yang paling terimbas adalah para pedagang kaki lima. Apalagi kalau merokok dilarang juga di warteg yang notabene tidak pakai AC, bisa-bisa warteg bangkrut. Karena makan dan merokok itu kadang-kadang dekat,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua APKLI, Ali Mahsun menilai pasal-pasal pelarangan penjualan rokok bertentangan dengan semangat KTR. "Inikan bahaya," keluhnya.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung sendiri telah menyampaikan agar Perda KTR tidak sampai menekan pelaku UMKM dan PKL.
"Gubernur dengan jelas dan tegas, KTR ini tidak boleh membunuh ekonomi rakyat kecil. Oleh karena itu, kami minta kepada DPRD, walaupun sudah diketok palu di Pansus, pasal-pasal larangan jual rokok itu dicabut sebelum disahkan,” ujar Ali.
Pram mengaku raperda itu tidak spesifik melarang merokok melainkan tidak bisa merokok di tempat publik yang banyak orang.
"Tetapi secara prinsip teman-teman pada waktu itu juga melihat bahwa saya sudah memberikan tanggapan terhadap usulan Perda rokok tersebut. Perda rokok itu bukan berarti enggak boleh merokok. Tapi, tidak bisa merokok di tempat-tempat publik yang banyak orang," ujarnya.
