RN - Kebocoran data pemilih di KPU belum jelas. Jika KPU tidak bisa mengungkap maka bisa berdampak negatif.
Hingga kini, Hasil investigasi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) soal kebocoran data pemilih, belum juga diungkap KPU.
Peretasan dilakukan oleh hacker beranonim Jimbo pada pertengahan November lalu, dan belum tuntas diinvestigasi KPU bersama Satgas Siber yang dibentuknya.
BERITA TERKAIT :Mendekati Pencoblosan, DPRD Kota Bekasi Ingatkan KPU dan Bawaslu Bekerja Profesional
Kasak-Kusuk Mr A Dongkel Kursi Wali Kota Jakpus
Anggota KPU RI, Betty Epsilon Idroos mengatakan, BSSN merupakan salah satu lembaga pemerintah yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Siber bentukan KPU.
Selain BSSN, dia menyebutkan lembaga lain yang tergabung dalam Satgas Siber, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), dan Cyber Crime Mabes Polri.
"BSSN (tugasnya) mitigasi, Mabes Polri melakukan investigasi, sejauh apa bocornya," ujar Betty kepada wartawan, Rabu (13/12).
Koordinator Divisi Data dan Informasi itu menjelaskan, alur pengusutan kebocoran data yang diduga bersumber dari KPU itu.
"Jadi kalau BIN itu ngawasin dari mana, BSSN dari mana, nanti kalau ada masalah, Mabes yang akan menilik satu-satu," urainya.
Oleh karena itu, Betty menyebut saat ini belum ada hasil investigasi, karena prosesnya masih berjalan.
Seperti diberitakan, website resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan dibobol hacker dan kabarnya 204 juta data daftar pemilih tetap (DPT) bocor.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis mengatakan kebocoran data ini harus dipertanggungjawabkan oleh pengolah data yakni KPU.
Sementara Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) mengatakan kebocoran data KPU merupakan data DPT terkait Pemilu. Dimana data sample 500 ribu yang ditunjukkan hacker sangat terbuka yang meliputi data KK, KTP hingga TPS.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persada mengatakan persoalan data bocor ini hal yang serius karena terkait keamanan data pribadi masyarakat.