Jumat,  22 November 2024

Ancaman Buruh Kepung Istana Jokowi, Tolak Tapera 3 Persen Karena Bikin Susah Karyawan

RN/NS
Ancaman Buruh Kepung Istana Jokowi, Tolak Tapera 3 Persen Karena Bikin Susah Karyawan

RN - Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro kontra. Kalangan buruh mengancam akan mengepung Istana Jokowi.

Aksi demo akan digelar Kamis (6/6) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Presiden Said Iqbal mengatakan bakal ada ribuan buruh demo di Istana Negara, Jakarta pada Kamis (6/6).

Iqbal mengatakan para pekerja yang akan turun ke jalan juga bagian dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Ia menegaskan buruh menuntut Presiden Joko Widodo mencabut aturan soal Tapera yang dianggap memberatkan pekerja.

BERITA TERKAIT :
Demo Terus Terjadi Diberbagai Daerah, Jokowi Panik Dan Minta Pendemo Dibebaskan
40 Juta Pekerja Rawan Jatuh Miskin, Punya Gaji Cuma 5 Juta Per Bulan 

"Mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 24 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera)," tegas Iqbal dalam keterangan resminya, Minggu (2/6).

Ia menuturkan ada enam tuntutan utama mengapa PP Tapera tersebut harus dicabut dan iuran dibatalkan.

Pertama, Iqbal mengatakan pungutan sebesar 3 persen kepada pekerja dan pengusaha tidak serta merta menjamin kepemilikan rumah. Ia merasa buruh tetap tidak akan bisa membeli rumah, meski nantinya mengikuti 10 - 20 tahun kepesertaan Tapera.

Kedua, ia menuding pemerintah lepas tanggung jawab. Iqbal mengatakan tak ada keterangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan ikut disisihkan pemerintah untuk membantu iuran buruh tersebut.

"Dengan demikian, pemerintah lepas dari tanggung jawabnya untuk memastikan setiap warga negara memiliki rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat, di samping sandang dan pangan," tuturnya.

Ketiga, iuran Tapera yang akan dipotong dari gaji pekerja setiap tanggal 10 dirasa memberatkan. Iqbal menyebut total potongan gaji buruh bisa bengkak hampir 12 persen dengan adanya program ini.

Ia merinci beberapa potongan bulanan tersebut, yakni pajak penghasilan (PPh) 5 persen, iuran jaminan kesehatan 1 persen, iuran jaminan pensiun 1 persen. Lalu, iuran jaminan hari tua 2 persen dan rencana iuran Tapera 2,5 persen dari gaji pekerja.

Keempat, Iqbal mewanti-wanti iuran Tapera yang bisa menjadi ladang korupsi baru. Ia menyebut di dunia ini hanya ada dua skema untuk buruh, yakni sistem jaminan sosial atau bantuan sosial.

Jika jaminan sosial, berarti dananya berasal dari iuran peserta, pajak, atau gabungan keduanya dengan penyelenggara independen alias non-pemerintah. Sedangkan bantuan sosial berasal dari APBN dan APBD, di mana diselenggarakan oleh pemerintah.

Sedangkan Tapera bukan keduanya. Iqbal menyebut dana program ini berasal dari masyarakat dan tak ada iuran negara, tetapi pemerintah malah menjadi penyelenggaranya.

Kelima, ia menilai kehadiran Tapera merupakan sebuah pemaksaan dari negara.

"Karena pemerintah menyebut bahwa dana Tapera adalah tabungan, seharusnya bersifat sukarela, bukan memaksa. Dan karena Tapera adalah tabungan sosial, tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar-peserta, seperti program Jaminan Hari Tua (JHT) dan BPJS Ketenagakerjaan," jelas Iqbal.

Keenam, Iqbal merasa Tapera adalah program yang tidak jelas. Ia juga menganggap para buruh akan kesulitan untuk mencairkan manfaatnya di kemudian hari.

Ia menegaskan ada perbedaan jaminan pekerjaan antara buruh swasta dengan aparatur sipil negara (ASN).

Iqbal menyebut para ASN terjamin karena tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK), sedangkan pekerja swasta punya potensi diberhentikan yang sangat tinggi.

"Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang ter-PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan serta keberlanjutan dana Tapera," tegasnya.

Selain turun ke jalan, Partai Buruh berjanji mengajukan judicial review UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam waktu dekat. Mereka juga akan melakukan judicial review PP Tapera ke Mahkamah Agung (MA).