RN - Bisnis tekstil lagi oleng. Salah satu penyebab ambruknya daya beli tekstil di dalam negeri karena banjirnya karena banjir produk tekstil di China.
Selain itu, kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menerbitkan jurus baru untuk membantu sejumlah industri tekstil dalam negeri seperti Sritex Cs dalam menghadapi serbuan tsunami tekstil impor, salah satunya dari China.
Jurus berbentuk peraturan menteri keuangan soal pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas, khususnya tekstil.
BERITA TERKAIT :Artis Tajir, Bisnis Prilly Latuconsina Dari Klub Bola Hingga Toko Roti
Syarat TOEFL Digugat, Dituding Sebagai Bisnis Terselubung
Sri menyebut langkah itu dilakukan sebagai respons atas permintaan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
"Jadi Permenkeu akan keluar berdasarkan permintaan beliau (Menperin) dan Menteri Perdagangan. BMPT dan BMAD seterusnya akan di-follow up berdasarkan permintaan Mendag dan Menperin," kata Sri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/6).
Diketahui, perusahaan tekstil raksasa PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex membeberkan dua biang kerok terjadinya penurunan penjualan secara dramatis pada industri tekstil.
Direktur Keuangan Sritex Welly Salam menjelaskan kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.
Selain itu, lesunya industri tekstil terjadi karena banjir produk tekstil di China. Menurutnya, hal itu menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berharga lebih murah ini menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, dan salah satunya Indonesia.
Welly menyebut situasi geopolitik dan gempuran produk China masih berlangsung hingga kini sehingga penjualan belum pulih.
"Perusahaan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," ujarnya dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia 22 Juni lalu.
Sritex sebelumnya diisukan bangkrut. Hal ini diketahui dari pernyataan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN). KSPN mencatat sekitar 13.800 buruh tekstil terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024.
Presiden KSPN Ristadi menuturkan data PHK yang terjadi di Jawa Tengah lebih masif. Ia mencatat pabrik-pabrik yang terdampak, misalnya di grup Sritex. Namun isu ini ditepis oleh Welly.
"Tidak benar (bangkrut), karena perusahaan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan," tuturnya.
Welly juga menyampaikan pihaknya telah memohon relaksasi kewajiban keuangan (pokok dan bunga) kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan atas relaksasi tersebut.