RADAR NONSTOP - Sekitar 5 ribu kader Partai Hanura menggelar unjuk rasa di Markas Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan.
Mereka menuntut aparat kepolisian segera menuntaskan Ketua Kpmisi Pemilihan Umum (KPU) versus Ketua Umum Partai Hanura Osman Sapta Odang (OSO).
Koordinator Aksi Partai Hanura, Mohamad Ongen Sangaji mengatakan, kedatangan ribuan kader Partai Hanura se-Jakarta ke Polda Metro Jaya untuk memberikan dukungan kepada penyidik agar mengusut pelanggaran yang dilakukan KPU Pusat yang dikomandani Arief Budiman.
BERITA TERKAIT :Civil Society Minta KPU Tidak Diintervensi Opini Liar Pasca Pilkada DKJ
Golput Di Jakarta Bengkak, Anggaran KPU Rp 900 Miliar Diminta Diaudit
"Semua orang sama dihadapan hukum, termasuk ketua KPU Pusat dan komisaris lainnya," kata Ongen yang juga Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta ini.
Ongen juga menepis tudingan sejumlah LSM yang menyebutkan, pelaporan ke Polda Metro Jaya oleh tim kuasa hukum OSO merupakan upaya kriminalisasi.
Partai Hanura menganggap yang keputusan dilakukan Arief Budiman cacat prosedural, karena tidak mengindahkan lembaga Mahkamah Agung (MA), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Ini negara hukum. Jadi tuduhan LSM itu nggak bener. Kalau saja ada pimpinan lembaga independen seperti KPU tidak adil dan tidak mengindahkan keputusan MA, PTUN, Bawaslu sampai ke pengadilan Tuhan pun Hanura siap mengadu dan meminta Arief Budiman untuk bersikap adil netral," ujar Ongen.
Ongen menilai, KPU sudah tidak netral lagi. Karena itulah, pihaknya secara total akan mendukung langkah hukum di Polda Metro Jaya.
"Kami datang juga mewakili kader Hanura seluruh Indonesia yang tak ikhlas Hanura didzalimi KPU," pungkas Ongen.
Diketahui, OSO melaporkan KPU ke Polda Metro Jaya pada Senin (21/1). Sebagai pejabat negara, KPU dituding tidak mau melaksanakan putusan peradilan tentang pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Kami sudah lapor ke Polda Metro Jaya hari ini. Laporan terkait tindak pidana umum yang terkait soal pejabat tata negara itu harus mau laksanakan putusan peradilan," kata Kuasa Hukum OSO Herman Abdul Kadir, saat dikonfrimasi.
Menurut Herman, KPU telah melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."
Selain melapor ke pihak kepolisian, pihak OSO juga telah melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik lantaran tak mau menjalankan putusan peradilan.
Sebelumnya, Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan Oesman Sapta Odang (OSO) dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Namun, dalam putusan Bawaslu, OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024.
Saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura. PTUN juga sebelumnya telah mengeluarkan putusan atas gugatan yang dilayangkan OSO.
Putusan tersebut memerintahkan KPU mencabut SK DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.
Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Tetapi, meskipun ada keputusan PTUN maupun Bawaslu, KPU tetap tidak memasukan nama OSO ke Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
KPU akan memasukan nama OSO ke DCT sepanjang yang bersangkutan mundur dari ketua umum Partai Hanura, paling lambat 22 Januari 2019.
KPU mengklaim, sikap mereka berdasar pada putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.