RN - Hasil survei Poltracking Indonesia yang memenangkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) berbuntut panjang. Sebab, Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjatuhkan sanksi.
Senin (4/11/2024), sanksi itu diberikan imbas hasil survei terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang dirilis Poltracking pada 24 Oktober 2024.
Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, Dewan Etik Persepi melakukan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia.
BERITA TERKAIT :PKS Tuding KIM Plus Gak Gerak Menangkan RIDO, PKB: Calonnya Gak Laku & Tak Greget
Tim RIDO Kompori Golput, Warga: Kami Ogah Ke TPS Karena RK & Suswono Nyoblos Di Luar Jakarta
Dua lembaga anggota Persepi itu telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) di Pilgub DKI Jakarta yang hasilnya berbeda signifikan secara statistik. Padahal, waktu pengumpulan data dua lembaga itu relatif sama, yaitu 10-17 Oktober (untuk LSI) dan 10-16 Oktober (untuk Poltracking).
Hasil survei Poltracking Indonesia menunjukkan bahwa pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono (Rido) memperoleh elektabilitas elektabilitas 51,6 persen.
Sementara itu, Pramono Anung-Rano Karno memiliki elektabilitas 36,4 persen. Sedangkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana hanya memiliki elektabilitas 3,9 persen.
Sementara LSI merilis hasil survei bahwa elektabilitas pasangan RK-Suswono kalah dari Pramono-Rano. Hasil survei LSI menunjukkan Pramono-Rano memiliki elektabilitas 41,6 persen dan RK-Suswono 37,4 persen. Sedangkan Dharma-Kun hanya memiliki elektabilitas 6,6 persen.
Dalam keterangannya, Persepi menyebutkan bahwa proses pemeriksaan terhadap kedua lembaga itu dilakukan secara tatap muka pada 28-29 Oktober. Setalah itu, kedua lembaga tersebut diminta untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.
"Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Ahad, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB, karena dipandang keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan," tulis Dewan Etik Persepi melalui keterangannya, Senin.
Sementara itu, Dewan Etik Persepi tidak meminta keterangan tambahan dari LSI lantaran keterangan dan bahan yang telah dikirimkan ke sudah memenuhi standar penyelidikan survei. LSI dinilai telah melakukan survei sesuai dengan SOP.
Di sisi lain, pelaksanaan survei terkait Pilgub DKI Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia tidak bisa dipastikan telah dilaksanakan sesuai dengan SOP. Pasalnya, Dewan Etik tidak menemukan kepastian data yang menjadi dasar penilaian dari dua dataset yang telah dikirimkan Poltracking.
"Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan," tulis Dewan Etik Persepi.
Adapun kronologi pemeriksaan terhadap Poltracking adalah sebagai berikut:
1. Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik. Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor.
2. Dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.
3. Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei, namun Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.
4. Pada tanggal 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data yang menurut Poltracking Indonesia telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
5. Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.
6. Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum.
Dewan Etik menyatakan Poltracking juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik dalam pemeriksaan. Poltracking juga tidak memberikan penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.
"Terhadap hal-hal di atas, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," tulis Dewan Etik Persepi.
Keputusan itu dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan anggota Dewan Etik Persepi, yaitu Prof Asep Saefuddin (Ketua), Prof Hamdi Muluk (Anggota), dan Prof Saiful Mujani (Anggota).