RN - Pernikahan dini di Indonesia masih marak. Pernihakan di bawah umur itu dianggap sebagai melepas beban.
Diketahui, isu pernikahan usia dini di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNICEF per akhir tahun 2022, saat ini Indonesia berada di peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN, dengan total hampir 1,5 juta kasus.
Data Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) RI, pengadilan agama menerima 55.000 permohonan dispensasi pernikahan usia dini di sepanjang 2022, atau hampir dua kali lipat jumlah berkas serupa pada tahun sebelumnya.
BERITA TERKAIT :Menteri LH Disuruh Benahi Sampah, Di Depok Overload Dan Bau Busuk
Hingga tahun 2022, perempuan di bawah usia 16 tahun menjadi yang paling banyak terdampak dari kasus ini, yaitu sebanyak 14,15%. Prevalensi tersebut meningkat secara signifikan selama pandemi COVID-19, didorong oleh faktor-faktor seperti naiknya angka putus sekolah, kondisi ekonomi keluarga yang menurun, kepatuhan terhadap agama dan adat istiadat, serta pengaruh teman-teman sejawat yang menikah dini.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia (PPPA), Veronica Tan, kondisi kesejahteraan dan hak perempuan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Mantan istri Ahok ini menyebut, meski sudah banyak perempuan di Indonesia yang sudah 'melek' dengan isu keseteraan gender, ternyata masih banyak perempuan, khususnya di daerah-daerah pelosok yang masih memiliki mindset yang salah terkait pernikahan dan hak reproduksi mereka sendiri.
Misalnya, dalam salah satu temuan di daerah Tegal Waru Jawa Barat. Di sana, Veronica menemukan, ternyata masih banyak kalangan perempuan yang memiliki 4 hingga 5 orang anak di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Bahkan, dia juga menemukan ada seorang ibu yang tengah mengandung anak ke-13.
"Contoh, di Tegal Waru aja kemarin ketemu ibu-ibu, hamil, mereka punya anak, rata-rata 4 dan 5. Dan juga ketemu lagi 1 ibu yang hamil anak ke-13, dan ternyata di daerah yang terpencil, walaupun Tegal Waru itu Jawa Barat, 2 jam dari Jakarta. Mindset dari populasi budaya di sana adalah, kalau anak di atas 15 tahun belum menikah, dianggap itu tidak laku. Jadi budaya-budaya berdasarkan daerah itu masih sangat rentan dan sangat edukasinya begitu," ungkapnya.
"Sedangkan di daerah yang seperti kota Jakarta yang metropolitan, yang sudah banyak perempuan ngomongin keseteraan gender, tapi ternyata di daerah yang agak pinggiran dari Jakarta ini banyak ibu-ibu yang punya anak 4 tapi ekonominya nggak ada," tegas Veronica.
Dia juga sangat menyayangkan masih banyaknya mindset bahwa pernikahan dini merupakan salah satu solusi bagi para orangtua untuk melepas beban. Padahal, setiap anak perempuan memiliki hak atas reproduksinya sendiri.