Senin,  05 May 2025

PJT II Biang Kerok Banjir Jabodetabek, DPR Tuding Lahan Disewakan Jadi Ruko 

RN/NS
PJT II Biang Kerok Banjir Jabodetabek, DPR Tuding Lahan Disewakan Jadi Ruko 
Ilustrasi banjir Jabodetabek.

RN - Biang kerok banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek terungkap. DPR menyebut perusahaan BUMN yang masalah.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menduga banjir parah yang merendam kawasan Jabodetabek, khususnya daerah Bekasi, baru-baru ini salah satunya disebabkan adanya penyewaan aset yang dilakukan oleh oknum Perum Jasa Tirta II (PJT II) di sepanjang daerah aliran sungai (DAS). Ia menyebut bangunan di sepanjang aliran sungai itu memicu banjir.

Perum Jasa Tirta II (PJT II) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas untuk menyelenggarakan pemanfaatan umum air dan sumber air, serta melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengelolaan daerah aliran sungai. 

BERITA TERKAIT :
Direksi & Komisaris BUMN Bukan Pejabat Negara, Masuk Dalam UU Baru
Pungli Berjamaah KIR Sudin Perhubungan Jakpus, DPRD DKI Minta Prmaono Tegas  

PJT II memiliki tanggung jawab dalam pengusahaan dan pengelolaan sebagian Sumber Daya Air (SDA) di wilayah Citarum, dan sebagian wilayah sungai Ciliwung-Cisadane, Cimanuk-Cisanggarung, Cidanau-Ciujung-Cidurian. 

"PJT II, berikan data ke kami aset yang disewakan oleh pihak PJT II di sepanjang aliran sungai itu mana. Itu penting karena salah satu penyebab banjir di Bekasi seperti yang disampaikan Mbak Rieke (Rieke Diah Pitaloka) tadi itu karena dugaan kami ada oknum PJT II yang menyewakan, sampai terjadinya dibangun ruko di aliran sungai di Bekasi," kata Andre Rosiade dalam keterangan yang diterima, Kamis (24/4/2025).

Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR ini mengingatkan agar tidak ada lagi penyewaan aset yang dilakukan PJT II di sepanjang aliran sungai. Menurutnya, banyak cara yang bisa dilakukan PJT II dalam berbisnis dan memperoleh pendapatan, tanpa harus merusak lingkungan.

"Nah kita minta laporan tertulis soal itu, supaya tidak ada kejadian yang lain. Bapak cari duit kan banyak yang lain ya, jangan sampai aset bapak, bapak sewain di aliran sungai yang akhirnya menyebabkan sungainya nggak lancar. Jadi saya mohon bapak bikin tertulis ya, soal aset-aset yang menyebabkan banjir di Jabodetabek ini," tegasnya.

Kemudian, Sekretaris Fraksi Gerindra MPR ini juga mendorong agar keberadaan BUMN bermanfaat bagi masyarakat. BUMN harus mendukung semua program-program pemerintah yang tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat.

"Bapak yang seharusnya membantu pemerintah mengatasi banjir malah berperan serta menyebabkan kebanjiran di Bekasi. Nah ini penting itu bapak harus pahami," tutur Andre.

Kerugian 1,6 Triliun 

Banjir yang melanda Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada Senin (3/3/2025) menimbulkan dampak besar terhadap ekonomi dan kehidupan masyarakat. Kerusakan akibat banjir menyebabkan kerugian mencapai Rp 1,69 triliun.

BNPB mencatat total nilai kerusakan dan kerugian akibat bencana ini mencapai Rp 1.699.670.076.814. "Angka ini mencerminkan dampak serius terhadap infrastruktur, perekonomian, dan kehidupan masyarakat di daerah terdampak," kata Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, Jumat (28/3/2025).

Hal itu disampaikan berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Tingkat Menteri mengenai Penanganan dan Pengurangan Risiko Bencana Banjir Jangka Pendek dan Menengah pada Kamis (27/3). Wilayah yang mengalami kerugian terbesar dampak banjir ialah wilayah Bekasi raya.

"Kabupaten Bekasi mencatat nilai kerusakan tertinggi, yaitu sebesar Rp 659,1 miliar, dengan tambahan kerugian sebesar Rp 20,9 miliar, sehingga total dampaknya mencapai Rp 680 miliar. Sementara itu, Kota Bekasi mengalami kerugian terbesar tanpa adanya laporan kerusakan, dengan total Rp 878,6 miliar," katanya.

Sedangkan di Jakarta, total kerusakan dan kerugian yang dilaporkan mencapai Rp 1,92 miliar. Kabupaten Bogor mencatat dampak signifikan dengan total Rp 96,7 miliar, Kota Depok mengalami kerugian dan kerusakan senilai Rp 28,8 miliar, dan Kabupaten Tangerang mencatat kerugian sebesar Rp 5,06 miliar tanpa laporan kerusakan fisik. Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan tidak melaporkan adanya kerusakan atau kerugian yang signifikan.

Sektor perumahan menjadi yang paling terdampak, dengan total nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 1.344.732.352.500 (Rp 1,3 triliun). Kerusakan hunian serta kerugian akibat kehilangan barang dan kebutuhan dasar memberikan dampak besar bagi masyarakat terdampak.

Sektor infrastruktur mengalami kerusakan senilai Rp 45,88 miliar, dengan kerugian akibat gangguan akses transportasi dan fasilitas umum mencapai Rp 110,1 miliar. Total kerugian sektor ini mencapai Rp 155.997.582.000.

"Sektor ekonomi juga terdampak cukup besar, dengan nilai kerusakan mencapai Rp 130.275.000.000, serta kerugian akibat penurunan aktivitas ekonomi sebesar Rp 14.188.511.000. Hal ini mencerminkan bagaimana bencana banjir tidak hanya merusak infrastruktur fisik tetapi juga menghambat roda perekonomian masyarakat," katanya.

Sektor sosial mengalami kerugian sebesar Rp 36,78 miliar, mencakup gangguan layanan kesehatan, pendidikan, serta peningkatan kebutuhan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak.

Kerugian lintas sektor mencatat total kerugian sebesar Rp 352 juta. Istilah ini mencakup berbagai aspek, seperti dampak terhadap tata kelola pemerintahan, lingkungan, dan lainnya dalam penanganan bencana. Dengan total nilai kerusakan dan kerugian yang hampir mencapai Rp 1,7 triliun, banjir Jabodetabek 2025 menjadi salah satu bencana dengan dampak ekonomi dan sosial yang besar.