Gajah lawan banteng: siapa yang menang? ChatGPT menegaskan: Gajah yang menang.
Gajah lawan semut siapa yang menang? Hukum permainan dolanan anak-anak menyatakan: semut yang menang.
Tentu PDI-Perjuangan tidak perlu mengubah lambang kepala banteng menjadi kepala semut. Pun ketika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengubah logo bunga mawarnya menjadi kepala gajah.
BERITA TERKAIT :PSI Tameng Jokowi Melawan Serangan Lawan Politik?
Sindikat Penjual Bayi, Dari Bandung Dibawa Ke Jakarta Lalu Ke Singapura
Mengapa gajah menang lawan banteng?
Kata ChatGPT, gajah punya bobot sampai lima ton. Banteng sekitar satu ton. Gajah digambarkan binatang yang jauh lebih cerdas. Juga memiliki daya ingat yang kuat. Masih pula punya strategi bertahan sampai pun menyerang.
Sedang banteng mengandalkan keberanian, kekuatan eksplosif, dan kecepatan saat menyeruduk.
Gajah memang bisa terluka serius bila kena seruduk tanduk banteng. Sebaliknya dengan bobot lima ton gajah bisa mengayun-ayunkan banteng satu ton. Lalu mengempaskannya.
Pertanyaan lain: kalau gajah, banteng, dan garuda bertempur segi tiga, siapa yang akan menang?
Saya bertanya ke tukang ramal politik: dia membisikkan jawabnya, tapi saya takut menuliskannya.
Kongres PSI di Solo, tanggal 20 Juli besok, memang akan mengesahkan pergantian logo. Bocoran yang hampir benar: logo baru PSI berupa kepala gajah. Warnanya merah dan hitam.
Dari pemilihan warna itu jelas gajah tidak akan menyasar garuda. Gajah akan sulit menangkap garuda yang mainnya di angkasa.
Maka pertempuran politik usai Kongres PSI Solo adalah rebutan masa nasionalis-marhaenis. Gajah masuk ke kandang banteng.
Sudah banyak partai pecahan kepala banteng. Dari Pemilu ke Pemilu. Hasilnya Anda sudah tahu: tidak ada yang sukses.
PDI-Perjuangan tetap yang terbesar. Itu sudah pasti berkat sosok Megawati Soekarnoputri sebagai puncak pimpinan PDI-Perjuangan. Dia pewaris Bung Karno –ideologis maupun biologis.
Tapi selama ini banteng belum pernah dapat lawan gajah. Maka saya sulit membayangkan betapa serunya perebutan masa nasionalis-marhaenis setelah ini. Kalau ini banteng lawan gajah. Bukan lawan celeng degleng.
Memang mantan Presiden Jokowi batal tampil sebagai ketua umum PSI yang baru. Ketumnya tetap Kaesang Pangarep –hampir pasti. Kaesang memang gagal membawa PSI masuk ke parlemen. Tapi Kaesang adalah putra Jokowi.
Bulan lalu pun saya sudah tahu Jokowi tidak jadi memimpin PSI. Waktu itu saya hadir di pesta perkawinan di Tangerang. Salah satu tamunya teman yang aktif di PSI. Saya pun ingin dengar pendapatnya soal berita media hari itu: Jokowi akan pimpin PSI. Jokowi sendiri sudah setuju.
“Tidak jadi kok,” ujar teman itu. “Tadi malam saya dapat kepastian dari internal partai,” tambahnya.
Ternyata benar. Sampai pendaftaran calon ketua umum PSI ditutup, Jokowi tidak mendaftar. Rupanya sorotan publik bapak gusur anak dipertimbangkan baik-baik. Pun soal PSI jadi bukan lagi partai anak muda.
Bisa juga rebutan akan terjadi antara PSI dan Partai Demokrat. Bukan rebutan masa. Rebutan predikat. Selama ini yang lebih dikenal sebagai partai gajah adalah Partai Demokrat. Tapi logo Demokrat bukan gajah. PSI akan dengan mudah mempunyai julukan baru partai gajah.
Golkar juga sering melahirkan partai tandingan: awalnya semua gagal. Lalu lahir Nasdem. Relatif sukses.
Partai Islam lebih sering lagi beranak-pinak. Semua anak-anak itu menjadi partai kecil.
Apa akibat munculnya partai gajah?
Perolehan suara partai-partai kian kecil –secara prosentasi. Kian sulit mengharapkan terwujudnya partai tengah yang dominan. Padahal negara ini memerlukan satu partai tengah yang dominan.
Atau jangan-jangan Gerindra yang bisa memenuhi harapan itu –membawa modal sebagai partai penguasa.
Kita akan lihat: bagaimana para bupati-walikota yang diusung PDI-Perjuangan tanpa koalisi. Adakah di antara mereka yang jadi Prabu Baladewa –yang menjadikan gajah jadi kendaraannya?
Atau kah mereka ditakdirkan ada yang jadi pelanduk –terinjak kaki gajah lalu diseruduk banteng?