RN – Filipina kembali dilanda duka mendalam. Topan Kalmaegi, yang secara lokal dikenal sebagai Tino, menghantam kawasan tengah negeri itu dengan kekuatan mematikan. Dalam hitungan jam, badai ganas ini mengubah kota-kota ramai menjadi lautan lumpur dan puing.
Data resmi per Kamis (6/11) menyebutkan, sedikitnya 140 orang tewas dan 127 lainnya masih hilang. Lebih dari 400 ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka demi menyelamatkan diri dari amukan topan yang meluluhlantakkan Pulau Cebu, wilayah berpenduduk padat di jantung Filipina.
Angin berkecepatan 130 km/jam menerjang tanpa ampun pada Selasa dini hari. Dalam sekejap, jalanan berubah jadi sungai deras, rumah-rumah terendam hingga atap, dan mobil terseret arus banjir. Video di media sosial memperlihatkan adegan menegangkan, warga panik berpegangan di genteng rumah, sementara arus air menghantam seperti tsunami mini.
BERITA TERKAIT :CCTV Mati, Siswa Sekolah Elit Tewas
Di antara korban jiwa, enam di antaranya adalah kru helikopter militer yang jatuh di Pulau Mindanao saat mengirim bantuan.
“Komunikasi dengan helikopter hilang mendadak, dan kami segera meluncurkan operasi pencarian,” ujar perwakilan Angkatan Udara Filipina.
Saksi mata menggambarkan kedahsyatan yang nyaris tak bisa dipercaya.
“Air naik setinggi pinggang hanya dalam menit. Rumah kami kini penuh lumpur. Kami tidak tahu harus mulai dari mana,” kata Jel-an Moira Servas, warga Kota Mandaue, dengan suara bergetar.
Gubernur Cebu, Pamela Baricuatro, menyebut peristiwa ini sebagai “bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya.” Ia menegaskan, ancaman terbesar bukan angin, melainkan air yang menghancurkan segalanya. Pemerintah provinsi pun langsung menetapkan status darurat untuk mempercepat evakuasi dan penyaluran bantuan.
Relawan penyelamat Carlos Jose Lañas menambahkan, “Ini banjir terburuk dalam hidup saya. Sungai-sungai di Cebu semuanya meluap. Tak ada tempat aman.”
Filipina dikenal sebagai negara paling rawan bencana di dunia, dengan rata-rata 20 badai tropis melintas setiap tahun. Namun, Kalmaegi menjadi badai ketiga yang mematikan hanya dalam dua bulan terakhir, setelah Topan Ragasa (Nando) dan Bualoi (Opong) yang juga menewaskan puluhan orang.
Kini, badai Kalmaegi perlahan melemah saat bergerak menuju Vietnam, namun ancaman banjir besar dan hujan ekstrem masih menghantui.