RADAR NONSTOP - Kebijakan Perum Damri menaikkan tarif angkutan bandara berpotensi melanggar Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasalnya, Damri menaikkan tarif bus rute Bandara Soerkarno-Hatta (Soeta) secara diam-diam, pak Jokowi tahu nggak ya?
"Diam-diam Perum Damri menaikkan tarif sebesar Rp5 ribu untuk jurusan Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Kenapa kita sebut diam-diam? Karena nyaris tidak ada sosialisasi yang dirasakan konsumen. Banyak keluhan dan pertanyaan konsumen terkait hal itu," ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, Senin (11/3/2019).
Konsumen baru mengetahui kenaikan harga itu dari kondektur bus. Tarif baru itu berlaku sejak Januari 2019. Namun, informasi kenaikan tarif itu tidak terpampang jelas pada loket pembayaran atau di kabin bus Damri.
BERITA TERKAIT :Warga Sawangan Ke Bandara Soetta Kini Bisa Naik DAMRI, Cuma Bayar Rp 50 Ribu
Damri Siapkan 250 Armada Mudik Gratis, Mau Lebaran di Kampung Buruan Daftar
"Jika hal itu benar, YLKI sangat menyesalkan hal tersebut. Sebab itu tidak menghargai hak konsumen yang dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," katanya.
Tulus menjelaskan Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen berbunyi, konsumen mempunyai hak atas informasi yang jelas, jernih, dan jujur saat menggunakan barang dan atau jasa. Informasi dimaksud bukan sekadar adanya informasi kenaikan tarif, tetapi alasan kenaikan tarif.
Tulus menilai hal itu tidak dilakukan manajemen Damri. Apalagi kenaikan itu tidak pernah dibarengi dengan standar pelayanan yang jelas dan terukur, seperti sistem tiket masih manual, masih menggunakan sistem sobek karcis, kecuali untuk Terminal 3 Bandara Soeta.
YLKI mendesak Damri menjelaskan benefit seperti apa yang bisa diperoleh konsumen atas kenaikan tarif itu.
YLKI menduga kenaikan itu dilakukan karena rute bus Damri Bandara Soetta paling menguntungkan. Tanpa rute bandara, bus Damri banyak ruginya.
Jika dugaannya itu benar, Tulus menilai hal demikian tidak fair ketika rute bandara dijadikan satu-satunya sumber pendapatan yang menguntungkan.
Manajemen Damri harus berani menutup rute-rute yang merugi. Kecuali rute tersebut dalam penugasan pemerintah. Sehingga, pemerintah harus membayar selisih kerugian itu. “Tidak bisa konsumen bus Damri harus menaggung kerugian tersebut,” tegas Tulus.