Rabu,  27 November 2024

BPK Kasih Lampu Kuning Soal Utang, Ini PR Buat Sri Mulyani

NS/RN/CR
BPK Kasih Lampu Kuning Soal Utang, Ini PR Buat Sri Mulyani
Sri Mulyani

RADAR NONSTOP - Pemerintah diminta menekan rasio utang. Jika tidak, rasio itu bisa mengganggu ekonomi secara nasional. 

Warning ini dikatakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP Tahun 2018 di Gedung DPR.

Dalam catata BPK utang pemerintah pusat terus meningkat sejak 2015, meski masih di bawah ambang batas 60 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB.

BERITA TERKAIT :
19,9 Ribu Ibu Hamil Kurang Energi, Sri Mulyani Sebut Anggaran Kesehatan Rp187,5 T
Perjalanan Dinas Pejabat Cuma Belanja Dan Foto-Foto

Menurut Moermahadi, pada 2015 rasio utang pemerintah mencapai 27,4 persen. Setahun kemudian angkanya naik menjadi 28,3 persen dan kembali melonjak hingga 29,93 persen pada 2017. Tahun lalu, kata dia, rasio utang menurun menjadi 29,81 persen. 

Berdasarkan catatan BPK, peningkatan rasio utang ini tidak lepas dari realisasi pembiayaan tahun 2015 hingga 2018. Perinciannya yaitu Rp 380 triliun pada 2015 dan kemudian berturut-turut naik menjadi Rp 403 triliun.

Pada 2016 Rp 429 trillun pada 2017. Rp 370 triliun pada 2018. Hingga 31 Desember 2018, nilai pokok atas utang pemerintah mencapai Rp 4.466 triliun, terdiri dari utang luar negeri Rp 2.655 triliun atau 59 persen dan utang dalam negeri Rp1.811 triliun atau 41 persen.

Meski utang terus naik, Moermahadi mengatakan pemerintah tidak dapat mencapai target beberapa indikator. Dia memberi contoh pertumbuhan ekonomi 5,17 persen atau di bawah target 5,40 persen. 

Demikian pula dengan lifting minyak mentah 778 ribu barel per hari, kurang dari target 800 ribu barel per hari. Di lain pihak, realisasi belanja subsidi mencapai Rp 216 triliun atau melebihi pagu anggaran yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Rp 156 triliun.

Bengkaknya utang pemerintah juga tercermin dalam laporan Bank Indonesia. BI mencatat utang luar negeri (ULN) pada akhir triwulan I 2019 mencapai US$ 387,6 miliar atau tumbuh 7,9 persen (year on year). Utang ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral US$ 190,5 miliar serta utang swasta termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) US$ 197,1 miliar dolar.

Kendati demikian, menurut BI kondisi utang tersebut masih terkendali dalam struktur yang aman. Jumlah utang tersebut mencapai 36,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan I 2019. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berjanji akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, termasuk soal utang. Menurut dia jika ada peringatan mengenai utang, pemerintah akan mengatasinya dari sisi belanja. 

"Apa yang disebut belanja modal, yang kemudian mempengaruhi ekuitas pemerintah,” ujarnya. Sri juga menyambut baik hasil audit BPK yang mempertahankan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut.