RADAR NONSTOP - Publik mungkin menunggu sikap tegas Budi Waseso (Buwas). Direktur Utama Perum Bulog diharapkan bisa menumpas kartel harga ayam yang saat ini mengancam pedagang.
Saat memimpin Badan Narkotika Nasional (BNN), Buwas bisa dikatakan sukses menumpas jaringan narkoba. Dia tak ada ampun untuk para bandar.
Kini harga ayam di tingkat peternak di sejumlah daerah anjlok. Bahkan, harganya menyentuh Rp 6.000 per kilogram ayam hidup. Padahal, harga yang dibeli konsumen di pasar sama sekali tak ada penurunan.
BERITA TERKAIT :Ceker Ayam Bisa Bikin Awet Muda, Ini Hasil Penelitiannya...
Nasib Warga Kampung Bayam Makin Menderita, Pj Gubernur DKI Sepertinya Tutup Pintu Dialog
Buwas menuding ada kartel yang menyebabkan anjloknya harga ayam. Masalahnya kata dia, harga di peternak jatuh, tetapi tidak di pasar. Inilah bukti permainan kartel.
Menurut Buwas, pemain kartel memiliki pasar, tapi yang dirugikan adalah peternak. Karena peternak tidak punya pasar.
"Penjahat itu seenaknya, ini yang tidak boleh terjadi," ungkap Buwas di Gedung Bulog Corporate University, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Selama ini, menurut Buwas, anjloknya setiap ada masalah harga ayam selalu dikaitkan dengan supply and demand alias pasokan dan permintaan. Padahal, masalah sebenarnya bukan itu, melainkan ada kartel yang bermain.
"Salah prediksi kan dengan ayam jadi drastis turun? Demand dan supply pasti yang dibicarakan. Demand dan supply kalau harga naik atau turun yang disalahkan. Padahal tidak selalu. Kalau dikuasai jejaring, mereka yang main kok. Supply dimainkan, ya gimana. Sekarang kartel-kartel itu nari-nari dia. Nah seperti ini yang harusnya kita waspadai," tegas Buwas
Buwas menambahkan seharusnya Bulog diberikan kewenangan untuk menangani masalah pangan, termasuk urusan impornya. Hal ini sesuai tugas Bulog sebagai BUMN pangan.
"Karena cadangan pangan pemerintah atau negara itu ada di Bulog, jadi kita harus impor daging, atau ayam, gula atau garam, harusnya yang menentukan itu Bulog. Bulog tugasnya itu jadi buffer stock-nya negara," terangnya.
Selain itu, menurut Buwas, apabila penyaluran kebutuhan beras maupun bahan pangan lain dalam negeri seluruhnya Bulog yang menyuplai, maka kartel-kartel tak ada lagi.
"Kalau ini (penyaluran beras dan pangan lain) diserahkan kepada Bulog 100% saya yakin kartel-kartel ini mati. Coba kalau ASN, TNI, Polri dan juga kementerian lembaga termasuk program-program yang ditangani Bulog pasar mereka dimana? Kecil pasti ya. Tapi sekarang ini bebas dan kita tidak bisa berbuat apa-apa," kata Buwas.
Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) juga telah mengendus adanya selisih antara harga ayam di tingkat peternak (live bird) dan konsumen (karkas).
Dalam hitungan KPPU rasio selisih yang normal 1,6 kali. "Kita lihat dari harga batas Kemendag (Kementerian Perdagangan) Rp18-20 ribu maka karkas Rp30-34 ribu. Kami menduga hal yang tidak baik di pasar, sehingga porsi perantara begitu tinggi,” jelas Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih dalam Forum Jurnalis KPPU di Kantor Pusat KPPU.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, harga ayam hidup di tiga provinsi seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat masing-masing sebesar Rp 9.167/kg, Rp 11.636/kg, dan Rp 13.000/kg per 28 Juni 2019. Harga tersebut masih dibawah harga acuan berdasarkan Permendag Nomor 96/2018, meskipun harga di ketiga provinsi sudah mengalami kenaikan masing-masing sebesar 8,5%, 14,2%, dan 5,7% dibandingkan tanggal 26 Juni 2019.
Namun berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga daging ayam ras sebesar Rp 32.800/kg per 1 Juli 2019. Adapun harga di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat masing-masing sebesar Rp 30.650/kg, Rp 29.000/kg, dan Rp 31.750/kg pada hari yang sama.
Diduga ada inefisiensi dalam jalur distribusi ayam dari hulu ke hilir. Tapi, KPPU masih belum mendapat kesimpulan apakah hal ini adanya posisi perantara (broker) yang dominan atau kartel.