RADAR NONSTOP- Hasil amandemen Undang-undang Dasar 1945 salahsatunya yaitu Presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif, seperti rendahnya dukungan politik.
Demikian disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi PKB Abdul Kadir Karding dalam diskusi empat pilar ‘Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial’ di Gedung Nusantara III Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (5/7/19).
Namun, demikian kata mantan Sekjen PKB ini, masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden, jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, penghianatan terhadap negara dan terlibat kriminal.
BERITA TERKAIT :Sebut OTT KPK Kampungan, Resiko Politisi Lokal Jadi Anggota DPR
Puji Bahasa Inggris Prabowo, Donald Trump Janji Mau Ke Indonesia
“Jadi, saya kira UU sekarang ini lebih berimbang, tidak seperti dulu. Dari sisi kekuatan dalam pembagian kewenangan antara legislatif dan eksekutif pun jauh lebih baik,” terangnya.
Sebelumnya, Anggota MPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan, kekuasaan presiden sangat besar apalagi jika ada kegentingan memaksa diluar UUD, maka Presiden pun berhak mengeluarkan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti UU).
“Artinya, kewenangan presiden tersebut sangat luar biasa, karena bisa buat undang-undang juga melalui PERPPU, dan begitu PERPPU berjalan beberapa waktu, itu akhernya akan otomatis berubah jadi undang-undang,” tegasnya.
Untuk itu, kata Saleh, harus ada evaluasi terhadap sistem ketatanegaraan. Hubungan antar lembaga yang berkenaan dengan sistem presidensial saat ini.
“Kalaupun ada penguatan lagi dan terhadap sistem presidensial menurut saya, kita harus melihat juga pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan presiden itu, nanti mungkin pembicara berikutnya akan bicara soal itu,” demikian Saleh.