Ngeri... 23,3 Persen Pelajar SMA Tak Setuju Ideologi Pancasila
RADAR NONSTOP - Ideologi Pancasila bisa saja memudar. Karena, saat ini ada sekitar 23,3 persen pelajar SMA yang terpapar radikalisme.
Selain SMA, di kalangan pegawai swasta ada 18,1 persen, PNS 19,4 persen dan 9,1 pegawai BUMN yang yang tidak sepakat dengan Pancasila.
Data ini diungkapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Untuk menangkis itu pemerintah bakal menghidupkan lagi Resimen mahasiswa (Menwa) di seluruh perguruan tinggi.
BERITA TERKAIT :Hadirkan Produk Earphone Berkualitas, Brandsma Indonesia Dongkrak Pasar Low And Up
Idrus Marham Bersinar Lagi, Diangkat Jadi Waketum Golkar Bareng Bamsoet
Tujuannya untuk meredam penyebaran paham radikalisme di lingkungan kampus yang terbilang masih sangat masif.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, masih masifnya penyebaran paham radikal di kingkungan kampus dapat dilihat dari data yang menyebut sebanyak 23,4 persen mahasiswa yang setuju dengan jihad dan memperjuangkan negara Islam atau Khilafah. Kondisi inI sangat membahayakan karena akan berdampak buruk pada persatuan dan masa depan bangsa.
"Ini nggak bisa dibiarkan. Nah untuk menangkal ini kita akan bentuk resimen mahasiswa. Karena kalau penyebaran paham radikalisme ini dibiarkan, nanti jumlah pengikutnya akan terus bertambah berlipat-lipat," kata Ryamizard saat memberi pembekalan kepada Danlemdik dan Kakanwil Kemhan dalam rangka Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru di Kantor Kemhan, Jakarta, Jumat (19/7).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu yakin, pembentukan resimen mahasiswa akan jadi salah satu solusi tepat untuk menurunkan tingkat penyebaran paham radikal di lingkungan kampus. Namun, ia belum bisa menjabarkan lebih lanjut soal sistem dan cara kerjanya.
"Soal bagaimana penerapannya akan kami rancang dulu. Kan mesti koordinasi dulu dengan Mendikti. Rektor sudah dua kali ke sini. Tapi yang jelas selama pelaksanaannya akan kita awasi terus," ujarnya.
Ryamizard menegaskan, penangkalan penyebaran paham radikalisme dengan cara semacam ini harus terus dilakukan agar tak membahayakan masa depan bangsa. Sebab, penyebaran paham radikalisme yang terjadi saat ini tak hanya terjadi di kalangan mahasiswa. Tapi sudah merambah ke berbagai kalangan. Seperti pelajar, pegawai maupun kalangan TNI.
"Dari data yang kita punya, saat ini adanya 23,3 persen pelajar SMA yang terpapar. Sementara di kalangan pegawai swasta ada 18,1 persen, PNS 19,4 persen dan 9,1 pegawai BUMN yang mengatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Ini bahaya," ujarnya.
Ia menilai, apabila paham radikalisme dibiarkan terpelihara bukan tidak mungkin 30 tahun mendatang negara ini akan hancur. Menurutnya masa depan bangsa ada di tangan mahasiwa dan anak muda.
"Kalau 30 tahun lagi mahasiswa itu jadi pejabat, jadi presiden, Panglima TNI, Kapolri. Penegakan Khilafah, selesai bangsa ini. Bisa jadi banyak teroris segala macam, kita bom, mengerikan," kata dia.
Ryamizard berpesan, kedepan, tidak boleh ada lagi perpeloncoan bagi mahasiswa yang baru masuk di universitas. Kegiatannya harus sudah dialihkan yang bertujuan menanamkan cinta tanah air yang berdasarkan ideologi pancasila.
"Sekarang sudah nggak boleh ada lagi perpeloncoan. Daripada diplonco rambut dibotakin, itu nggak ada gunanya. Pendidikan bela negara lebih baik," paparnya.
Di samping itu, Ryamizard menegaskan ada tiga hal penting yang harus diajarkan para danlemdik dalam kaitannya memberi pembekalan bela negara. Pertama, Pancasila, kedua UUD 1945, dan ketiga tentang pemahaman hukum.
"Tiga hal itu menjadi dasar pengajaran yang seharusnya diterapkan. Contohnya kalau untuk anak SD, kelas I hafalin dulu Pancasila. Kalau SMA, apalagi mahasiswa, harus tahu Pancasila nomor satu. Kalau yang mahasiswa dia dua kali tidak hafal pancasila, mending didrop out aja," tutupnya.