RADAR NONSTOP - Nampaknya Jokowi tak mau gegabah dalam menentukan kabinet jilid II. Usai ketemu SBY, Jokowi bertemu empat mata dengan Prabowo.
Pertemuan maraton jelang pelantikan itu membuat galau parpol koalisi. Apalagi, Jokowi mengaku kalau pembentukan kabinet bisa berubah pada menit terakhir.
Artinya bisa saja, dengan masuknya Demokrat dan Gerindra mengurangi jatah parpol koalisi. Karena Jokowi akan merangkul Demokrat dan Gerindra.
BERITA TERKAIT :Jokowi, Redup Di Jakarta Dan Bersinar Ke Jateng Hingga Ocehan Ara Yang Ngaco
Eks Watimpres Sidarto, Dekat Dengan Jokowi Tapi Kecewa Ke Mulyono
Pasca pilpres, spekulasi soal Demokrat dan Gerindra bakal masuk koalisi sudah santer. Gerindra dikabarkan akan mendapatkan tiga dan Demokrat dua kursi.
Pertemuan SBY dan Prabowo disinyalir sebagai langkah zig-zag. Mungkin Jokowi ingin menunjukan kepada parpol koalisi agar tidak main tekan soal kabinet.
Karena suara Gerindra dan Demokrat tentunya lebih besar dari PPP, PKPI, PSI, Nasdem dan PKB serta Hanura. Kabar beredar, Jokowi lebih sreg dengan Golkar dan PDIP.
Golkar dan PDIP dianggap Jokowi sebagai parpol yang mampu membendung serangan politik. "PDIP dan Golkar kan lebih besar suarnya ketimbang parpol koalisi lainnya," ucap sumber.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengingatkan, partai politik yang ingin bergabung dengan koalisi pemerintah agar menjaga etika jika bergabung nanti.
Ia mengatakan, partai melalui kadernya boleh mengkritik pemerintah di Parlemen, namun tidak berperilaku seperti pihak oposisi.
Arsul mengaku tidak mengetahui apakah akan ada partai baru yang akan bergabung dengan koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam waktu dekat.
Arsul menegaskan, PPP tak khawatir apabila ada partai baru masuk ke koalisi pemerintah.
"Masa khawatir, Pak Jokowi enggak akan meninggalkan PPP kok," ujarnya.