RADAR NONSTOP--Terkait potensi kerugian negara di tiga kementerian, Centre For Budget Analysis (CBA) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memanggil 2 menteri dan 1 sekretaris menteri. Dua menteri itu adalah Menteri Tenaga Kerja (M. Hanif Dhakiri) dan Menteri Perhubungan (Budi Karya Sumadi).
Sedangkan, satu lagi adalah Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro. "KPK harus segera panggil Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Dan dari kementerian BUMN, panggil saja, orang yang bertanggungjawab seperti Imam Apriyanto Putro yang saat ini menjabat sebagai sekretaris kementerian BUMN yang juga menjabat wakil jomisaris utama Bank Mandiri," ucap Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi melalui rilis yang dikirimkan ke Radar Nonstop, Senin (24/9/2018).
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Ia melanjutkan, KPK pun harus memanggil Hambra selaku deputi bidang infrastruktur bisnis yang juga menjabat sebagai komisaris PT. Semen Indonesia.
"Dua orang kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro dan Hambra ini terlalu sibuk jadi komisaris sehingga pekerjaan utama mereka di kementerian BUMN jadi terlupakan sehingga menimbulkan potensi kerugian negara di kementerian BUMN," tegasnya.
Sedangkan, di kementerian perhubungan, KPK diminta memanggil Budi Karya Sumadi. "Segera panggil saja Mentari Budi Karya Sumadi. Sekaligus beliau harus diperiksa dalam kasus OTT (korupsi) Dirjen Hubla, Antonius Tonny Budiono yang sudah divonis pengadilan," tukasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut potensi kerugian negara di tiga kementerian. Tiga kementerian itu adalah Kementerian BUMN, Ketenagakerjaan dan Perhubungan.
Hal itu diungkapkan Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi. "Pada tahun 2017 di kementerian ketenagakerjaan yang dipimpin oleh Hanif Dhaikiri ini ditemukan dugaan penyimpangan anggaran sebesar Rp 340,1 juta untuk belanja perjalanan dinas, dan pengadaan BBM (bahan bakar minyak)," ujar Uchok melalui rilis yang dikirimkan ke Radar Nonstop, Senin (24/9/2018).
Ia melanjutkan, untuk penyimpangan belanja perjalanan dinas di kementerian itu adalah sebesar Rp 106,5 juta. "Dan, potensi kerugian negara sebesar Rp 106,5 juta ini disebabkan bukti pertanggungjawaban tidak sesuai dengan kondisi real (nyata) atau sebenarnya," paparnya.
Selain itu, sambung pengamat politik anggaran ini, ditemukan juga pengadaan Bahan Bakar minyak (BBM) yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 233,6 juta. "Potensi kerugian negara ini disebabkan sistem dan prosedur pengadaan BBM tidak tertib atau kacau, dan bukti pertanggungjawaban kegiatan tersebut tidak lengkap," sebutnya.
Lalu, pada tahun sama yaitu, 2017, di kementerian BUMN, ada dua proyek yang diduga mengalami penyimpangan anggaran. "Yang pertama, dua pengadaan proyek alat tulis kantor dengan alokasi anggaran sebesar Rp 965,4 juta dan kedua, pengadaan CCTV gedung terintegrasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp 2,9 miliar," tegasnya.
Nah, dari dua proyek itu, selain dapat memboroskan anggaran, juga ditemukan potensi kerugian negaranya sebesar Rp 1 miliar. "Potensi kerugian negara untuk pengadaan proyek alat tulis kantor sebesar Rp 171,1 juta, dan potensi kerugian negara untuk pengadaan CCTV gedung terintegrasi sebesar Rp 854, 6 juta," tukasnya.
Munculnya potensi kerugian negara disebabkan pihak kementerian BUMN memilih perusahaan pemenang lelang dari perusahaan yang menawarkan harga yang tinggi dan mahal sehingga mengerus uang pajak rakyat, kata dia.
"Kemudian, pada tahun 2018, di biro umum sekretariat jenderal Kementerian Perhubungan juga ditemukan potensi kerugian sebesar Rp 422,1 juta dari proyek perbaikan atap/dek membran Museum Transportasi TMII dengan harga prakiraan sendiri sebesar Rp 2 miliar," pungkasnya.
Ia menerangkan, modus dari potensi kerugian negara ini adalah pihak kementerian perhubungan diduga "bermain" dalam pengadaan lelang. "Perusahaan pemenang lelang diambil dari perusahaan yang menawarkan harga yang mahal dan tinggi sekali," ia berujar.
Maka, dari ketiga kementerian ini, CBA (Center For Budget Analysis) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut proyek-proyek seperti di tiga kementerian tersebut. "Hal ini dilakukan agar tiga kementerian bisa bersih dan dugaan anggaran haram tidak masuk ke pesta demokrasi, atau pilpres 2019," pintanya.