RADAR NONSTOP - Dokter Janet Aprilia Stanzah, Anggota Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Fraksi PDI Perjuangan menegaskan, pihaknya mendukung dicabutnya Perda dan Perwal terkait KS-NIK. Kata dia, Indikasi Korupsi itu besar kemungkinan terjadi.
"Selain menjalankan instruksi Presiden Jokowi agar tidak kebanyakan Perda, instruksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait himbauan untuk mengintegrasikan KS-NIK ke JKN) dalam arti ke BPJS, kita berharap agar Perda dan Perwal terkait KS-NIK dapat dicabut," paparnya kepada radarnonstop.co (Rakyat Merdeka Group) dengan tegas, Selasa (3/11).
Bicara program KS-NIK, lanjut Dr. Janet, kita harus mengacu pada aturan Perundang-undangan. Walaupun istilah Pemerintah Daerah punya hak otonomi, tapi kan harus vertikal dengan aturan Pusat.
"Baik Undang-undang, Perpres, Permendagri, Pergub, semua mengarahkan dan mendukung Program Nasional. Jadi, Jamkesda ini harus semua diarahkan ke JKN. Pemerintah Kabupaten Gowa, Banten juga sama mengajukan Program kesehatan tapi ditolak sama Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu kita menganjurkan agar program KS-NIK ini segera di integrasikan ke BPJS. Karena kalau KS ada JKN ada itu doble account atau bisa dibilang skema ganda," ujarnya.
Disinggung soal audit investigasi anggaran KS-NIK sejak Tahun Anggaran 2017-2018-2019, Dr. Janet mengatakan kalau itu dibutuhkan kenapa tidak untuk didukung.
"Intinya kita perlu membina masyarakat untuk mandiri di bidang kesehatan. BPJS mendorong masyarakat untuk mandiri. Peserta yang mampu didorong untuk membayar iuran secara mandiri. Untuk karyawan/penerima upah, pemberi kerja didorong untuk membayarkan premi sebesar 4 % gaji perbulan ke BPJS. Bagi masyarakat yang tidak mampu, premi ditanggung oleh Pemerintah. Sehingga BPJS ini dapat dikatakan menciptakan asas berkeadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia terutama di bidang kesehatan," ujarnya.
Kalau Kartu Sehat kan, sambung Dr. Janet, semua yang memiliki KTP Bekasi bisa mendaftarkan diri ntuk mendapatkan pelayanan pengobatan gratis. Itu kan sama saja tidak mendidik masyarakat untuk hidup mandiri.
"Perpres itu mengacu ke Undang-undang di mana menyebutkan warga miskin ditanggung oleh Pemerintah, namun di program KS-NIK tidak, warga yang kaya pun ikut menggunakannya. KS ini kan berawal hanya Perwal, masa mau menerobos Perundang-undangan yang lebih tinggi," terangnya.
Dr. Janet pun menghimbau, agar Walikota Bekasi untuk segera mungkin membuat Perwal untuk menghentikan program KS-NIK.
"Untuk periode 2020 ini KS-NIK bisa diberhentikan, yang dapat mengurangi angka defisit anggaran yang terjadi selama ini. Kalau Perwal itu dikeluarkan kan bisa segera mengintegrasikan KS ke BPJS. Permendagri No 33 sudah dengan tegas mengatakan tidak boleh ada Jaminan Kesehatan yang lain selain JKN. Ada staf saya yang pernah berobat pake program KS-NIK dan dia memang benar tidak dikasih rincian pengobatan, jadi terjadinya markup anggaran, Indikasi Korupsi itu besar kemungkinan terjadi," paparnya.
Sementara, sesuai data yang didapat dari draf APBD 2019 untuk bantuan operasional kesehatan UPTD Puskesmas Mustikajaya mencapai Rp 477 juta. Penyelengaraan pelayanan kesehatan Rp 140 juta, Penyelengaraan Pelayanan Kesehatan Masyarakat untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Rp 3.790.000.000. Namun anehnya, untuk Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional kenapa bisa masuk ke dalam draf buku ABPD?
Menyikapi hal tersebut, Dr. Janet mengatakan, Pelayanan Kesehatan Masyarakat untuk Peserta Jaminan Kesehatan Nasional itu bentuk pagu anggaran dana kapitasi.
"Ini dana kapitasi per pasien yang berobat ke Puskesmas. Per pasien dinilai 5.700. Total kunjungan pasien ke Puskesmas diambil rata-rata 57.300 pasien perbulan. Jadi dana kapitasi perbulan yang diterima Puskesmas sekitar Rp 300-320 jutaan di kali 12 bulan. Jadi pertahun dana kapitasi buat Puskesmas Mustika Jaya sebesar Rp 3.698.661.600, ini data yang saya dapat dari BPJS. Yang jelas saya kurang tahu secara pasti apakah dana Kapitasi itu masuk dulu ke PAD baru di alokasikan atau seperti apa sistem pencairan dan penggunaan anggarannya," paparnya.
Sayangnya, saat dikonfirmasi guna dimintai keterangan terkait gelontoran pagu anggaran tersebut, Neneng yang saat itu selaku Kepala Puskemas Mustikajaya tidak bisa dimintai keterangannya.
BERITA TERKAIT :
Dosen Ngaku Korban Konten Porno Nagdu Ke PWI Kota Bekasi
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi