RADAR NONSTOP - Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairoman Juwono Putro menolak menemui puluhan pengunjuk rasa yang menggeruduk gedung DPRD, Kamis (12/12) siang.
Chairoman beralasan, unjuk rasa puluhan warga yang mengatasnamakan diri sebagai Harimau Patriot itu salah alamat.
Selain itu, ia juga menganggap unjuk rasa soal program Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) itu bermuatan politis karena mendesak dirinya mundur tanpa alasan jelas.
"Dari mana itu mereka? Siapa yang menggerakkan mereka itu? Demonya enggak jelas. Tujuan orasinya juga tidak jelas. Masak disuruh menulis apa keinginan pengunjuk rasa, tidak mau?. Saya sudah katakan, anda mewakili siapa, anda mau minta apa, ayo tulis dan tanda tangan, tidak mau," tandasnya.
Dikatakan, sikap DPRD mendorong integrasi KS-NIK ke dalam BPJS Kesehatan sudah diparipurnakan. Ada dasar hukumnya.
"Kalau mau, tanya lah sana ke Mendagri, ke Gubernur," katanya.
Sebelumnya, para pengunjuk rasa protes karena DPRD Kota Bekasi dianggap tak berpihak pada program KS-NIK.
"Menurut kami, sikap dan tindakan tersebut tidak konsisten dan jauh dari rasa hormat," kata dia.
Koordinator Aksi Ahmad Nurdin menyampaikan amanah sebagai angggota dewan adalah untuk menyampaikan aspirasi rakyat. Namun, yang dilakukan oleh pimpinan DPRD saat ini justru membuat suasana jadi gaduh.
“Sebagai orang yang mendapat mandat dari warga, tidak sepatutnya Ketua DPRD melukai hati warga. Apalagi melontarkan pernyataan yang tidak mewakili aspirasi warga,” jelas Nurdin.
Dalam hal ini, kata dia, terkait penyataan Ketua DPRD soal KS-NIK, seolah tidak mendukung. Bahkan terkesan tak bertanggung jawab dengan apa yang sudah diputuskan dalam paripurna 29 November.
Nurdin mengatakan tuntutan massa aksi adalah mendesak Ketua DPRD mundur serta meminta maaf pada warga Kota Bekasi. Massa juga mengecam anggota DPRD yang tidak mempedulikan kesehatan warga.
Dalam hal ini, kata dia, terkait penyataan Ketua DPRD soal KS-NIK, seolah tidak mendukung. Bahkan terkesan tak bertanggung jawab dengan apa yang sudah diputuskan dalam paripurna 29 November.
“Menurut kami, sikap dan tindakan tersebut tidak konsisten dan jauh dari rasa hormat,” imbuh Nurdin
Nurdin mengatakan tuntutan massa aksi adalah mendesak Ketua DPRD mundur serta meminta maaf pada warga Kota Bekasi. Massa juga mengecam anggota DPRD yang tidak mempedulikan kesehatan warga.
Kami juga ingin, layanan KS-NIK dipertegas sebagai hal yang tidak bisa ditawar lagi,” tuturnya.
Seperti diketahui, Layanan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) diberhentikan mulai 1 Januari 2020 mendatang.
Hal ini merupakan respon pemerintah daerah atas Permendagri nomor 33 tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD 2020.
Pemberhentian layanan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Bekasi nomor 440 /8894/Dinkes yang terbit pada 29 November kemarin.
Dalam surat tersebut tertulis jelas alasan pemerintah setempat memberhentikan layanan KS-NIK lantaran Pemda tidak diperkenankan mengelola sendiri (seluruhnya) jaminan kesehatan daerah dengan manfaat yang sama dengan Jamkesmas. Termasuk mengelola Jamkesda dengan skema ganda.
Pemberhentian ini pun menuai reaksi dari berbagai pihak. Sebab, KS-NIK dianggap lebih efisien dan maksimal dalam memberikan layanan.
Dosen Ngaku Korban Konten Porno Nagdu Ke PWI Kota Bekasi
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi