RADAR NONSTOP - Komnas Perempuan menyebutkan Andre Rosiade, anggota Fraksi Partai Gerindra telah melanggar kode etik dewan.
Semestinya, upaya pencarian bukti secara paksa di lapangan seharusnya dilakukan oleh aparat kepolisian. Anggota dewan tidak sepatutnya ikut campur langsung dalam hal ini.
Begitu dikatakan Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani, terkait upaya Andre Rosiade mengungkap kegiatan pekerja seks (PS) di Padang, Sumatera Barat, yang belakangan jadi pembicaraan publik.
BERITA TERKAIT :Pramono Jangan Mau Dikibuli, Para Pemburu Jabatan Jago Klaim Dan Pasang Boneka
Fauzi Bowo Beserta Masyarakat Yakin Pramdoel Akan Jadi Pemimpin Jakarta
"Ini kan terencana; ada transaksi, ada persiapan. Sebagai anggota dewan, kalau kami melihat, sudah melanggar kode etik karena melampaui kewenangannya sebagai anggota dewan," tutur Tiasri saat dihubungi awak media, Rabu (5/2/2020).
Pencitraan Menuju Pilkada Sumbar
Tias pun lebih memandang langkah Andre ini sebagai pencitraan untuk persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
"Karena beliau sebagai anggota dewan memang dari unsur partai yang berlatar belakang agama. Nah, dalam konteks 2020 ini persiapan Pilkada serentak, dan kepentingan politik dalam upaya yang dilakukan sampai menjebak PS yang di Padang itu kan sebuah pencitraan," tuturnya
"Karena tidak dibenarkan seorang anggota dewan sampai melakukan tindakan penjebakan," imbuh Tias.
Diketahui, Andre terlibat dalam pengungkapan dan penggerebakan transaksi seks di Padang, Minggu (26/1). Penggerebekan itu dilakukan oleh aparat kepolisian atas informasi dari Anggota Komisi VI DPR itu.
Polisi menyebut terduga pekerja seks dengan inisial NN (26) dikatakan bertemu dengan pria yang hingga kini belum diketahui identitasnya. Pria tersebut berpura-pura menjadi pihak yang memesan layanan seks melalui aplikasi Michat.
Pria tersebut diduga merupakan suruhan Andre untuk membuktikan kegiatan prostitusi online di Padang.
Aparat Polda Sumbar kemudian melakukan penggerebekan di lokasi kamar hotel berdasarkan informasi dari Andre. NN kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Anggota DPR Rasa Satpol
Atas aksi itu, beberapa warganet kemudian menjuluki Andre sebagai 'Anggota DPR rasa Satpol PP'.
Tias juga mengkritik langkah polisi menahan dan menetapkan NN sebagai tersangka. Merujuk pada aturan dalam KUHP, kata Tias, pihak yang bisa dijatuhi aktivitas transaksi seks adalah muncikari, bukan pekerja seks.
Dalam hal ini, imbuhnya, NN adalah korban dari transaksi tersebut. Terlebih, polisi tak menahan ataupun mengungkap pria yang memesan NN.
"Jadi dalam konteks ini, garis besar yang kami bawahi adalah PS itu memang harus segera dibebaskan, karena tidak ada dasar hukum untuk menahan," tambahnya.
Dikutip dari akun Twitter-nya, Andre Rosiade mengaku tindakan pada 26 Januari itu dilakukan karena ia ingin membuktikan bahwa prostitusi online marak di Padang. Soal ramainya polemik 'jebakan' pekerja seks, ia menyebut itu serangan balik dari pihak yang terganggu pencitraannya.
"Kenapa diributkan sekarang? Padahal polisi sudah menetapkan tersangka. Mungkin ada yang terganggu pencitraannya. Atau ini fight back terhadap pemberantasan maksiat di Padang," dalihnya.