RADAR NONSTOP- Polemik antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) akan memasuki babak baru. Hal ini terjadi karena DPRD DKI Jakarta akan segera membentuk Pansus. Pembentukan pansus ini semangatnya agar proses pembuatan pelabuhan di Marunda ini segera teralisasi.
Seperti disampaikan oleh Sekretaris Komisi B dari Fraksi PDI Perjuangan, Pandapotan Sinaga. Menurutnya, persoalan ini harus segera diselesaikan sehingga pembentukan pansus menjadi sebuah keharusan. “Pembentukan Pansus KCN dengan KBN ini sudah menjadi pembahasan, dan segera dilakukan. Semangat kita adalah untuk kepentingan rakyat, sehingga polemik ini bisa segera selesai,” kata Sinaga kepada wartawan di Jakarta, Rabu kemarin (4/3).
Sinaga menilai apa yang terjadi pada kasus KBN dengan KCN ini sangat merugikan kepentingan rakyat. Sehingga kata Sinaga, DPRD berhak untuk menyelesaikan permasalahan ini. “Kasus ini menjadi perhatian serius. Dan harus segera diselesaikan, Pansus ini dibentuk untuk menyelamatakan aset negara,” ujarnya.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
Dalam kasus ini DPRD kata Sinaga menyerahkan sepenuhnya kasus hukum yang terjadi kepada para penegak hukum. Sementara pihaknya menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. “Saya kira pembentukan pansus ini sudah sesuai dengan kondisi yang terjadi,” tandasnya.
Diketahui Perkara hukum Pelabuhan Marunda muncul sejak 2012. Gugatan berawal pada 19 Desember 2012 ketika Dirut KBN mengundang KTU dalam pertemuan yang akan membahas permintaan KBN menjadi pemegang saham mayoritas di KCN, yaitu sebesar 50,5%. Permintaan peningkatan kepemilikan saham diajukan setelah pembangunan Pier-1 hampir selesai dan Pier-2 rampung 50%. Tentu saja KTU menolak permohonan tersebut.
KBN yang kala itu diwakili Direktur Utama Sattar Taba kemudian menggugat KCN, kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas V Marunda, serta PT Karya Teknik Utama, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
Sejumlah alasan penolakan dikemukakan pihak KTU pada waktu itu, termasuk menghindari adanya aliran dana dari negara ke perusahaan swasta (PT KCN) dan menjaga nama baik di bank maupun lembaga pembiayaan yang telah mendukung penuh proyek KCN. Selain itu mereka menilai Dirut KBN yang baru tidak paham sejarah kerjasama KBN & KCN dari awal sehingga hanya melihat komposisi saham KBN pada KCN yang sangat kecil.
Penolakan ini berbuntut pada penutupan akses jalan masuk KCN yang berakibat terhentinya kegiatan operasional KCN selama 5 bulan. Akhirnya dalam keadaan terpaksa KTU pun menyetujui permintaan KBN dengan bersedia menjual saham kepada KBN sehingga komposisi kepemilikan saham di KCN menjadi 50% KBN dan 50% KTU. Hal ini disepakati melalui Addendum Perjanjian III No. 001/ADDSPKS/DRT.5.3/10/2014.
KBN kemudian menunjuk pengacara negara untuk memediasi. Akhirnya disepakatilah kepemilikan saham menjadi 50:50 dengan catatan kedua perusahaan wajib menyetor Rp 294 miliar. KBN menyatakan sanggup dengan mengangsur selama setahun lalu, diperpanjang 3 bulan. Tetapi ternyata, hal itu tidak dapat dipenuhi KBN. Hingga akhirnya pada 31 Desember 2015 diputuskanlah agar kompsosi kepemilikan kembali ke perjanjian awal, karena menteri BUMN tidak setuju pembelian saham.