Jumat,  22 November 2024

Kemenag Setuju Masjid Dibuka Dan Tidak Digembok 

NS/RN/NET
Kemenag Setuju Masjid Dibuka Dan Tidak Digembok 

RADAR NONSTOP - Saat pandemi Corona hampir seluruh masjid digembok. Jamaah disarankan ibadah di rumah. 

Di Gedung DPR, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Moekhlas Sidiq, mendesak agar masjid tidak digembok. 

Menurut Moekhlas, yang harus dilakukan adalah mengatur manajemennya, bukan menutup tempat ibadahnya.

BERITA TERKAIT :
DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?

"Membangun masjid dengan susah payah, tahu-tahu sekarang ditutup begitu saja. Menurut saya, ini kesalahannya bukan masalah tutup atau tidak, manajemennya, Pak," kata Moekhlas dalam rapat kerja (raker) Komisi VIII dengan jajaran pejabat Kementerian Agama (Kemenag) yang disiarkan secara langsung di YouTube DPR, Senin (11/5/2020).

Moekhlas lalu membandingkan dengan kantor Kemenag dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sampai saat ini tidak ditutup. Purnawirawan TNI itu menegaskan bahwa masjid tetap boleh dibuka, namun tidak menghilangkan protokol kesehatan pencegahan Corona.

"Kenapa kantor Kemenag sampai sekarang buka? Manajemennya, pak, nggak ditutup kok. Termasuk kantor presiden pun tidak ditutup. Yang diatur adalah manajemennya. Misalnya soal jarak di dalam kantor. Bahkan, kalau waktu kerja, pak, kantor kami, tentara, bisa 12 jam, pak, kantor-kantor normatif cuma 8 jam," papar Moekhlas.

"Sedangkan masjid sangat sedikit waktunya, mungkin zuhur setengah jam, asar setengah jam. Ini, menurut saya, manajemen yang keliru. Menurut saya, tetap dibuka, tetapi pengaturan waktu salat diatur, pak," imbuhnya.

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid sepakat dengan Moekhlas. Zainut menegaskan, yang tidak diizinkan yakni berkerumun di tempat ibadah.

"Bahwa kami setuju dalam pelaksanaan tidak boleh kemudian masjid itu digembok, tidak boleh ada kegiatan, atau misalnya gereja digembok, tidak boleh," terang Zainut dalam rapat.

"Tetap, aktivitas peribadatan harus diberikan ruang. Yang tidak boleh adalah terjadinya kerumunan, yang itu bisa berakibat yang terkait dengan penularan (Corona), transmisi penularan, itu yang kita hindarkan. Sepanjang protokol kesehatannya dijaga." sambung dia.

Namun Zainut mengingatkan perihal fatwa MUI. Berdasarkan fatwa MUI, sebut dia, daerah yang tingkat penyebaran Corona-nya tinggi harus membatasi kegiatan di tempat ibadah.

"Nah, kawasan-kawasan ini siapa yang berhak menentukan, saya kira pemerintah. Untuk itu kami mengimbau kepada tokoh agama agar melakukan komunikasi dengan pemerintah setempat, mana daerah-daerah yang diperbolehkan untuk dilakukan relaksasi atau kelonggaran, mana yang tidak boleh," sebut Zainut.


 

#Masjid   #Corona   #DPR