RADAR NONSTOP - Naiknya tarif BPJS Kesehatan membuat banyak pihak bingung. KPK misalnya, kenaikan bukan menjadi solusinya tekornya BPJS Kesehatan.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan lagi iuran BPJS Kesehatan dengan menerbitkan perpres baru. Padahal Mahkamah Agung (MA) sebelumnya membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Awalnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibatalkan MA pada Februari 2020. Jadi iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
BERITA TERKAIT :KPK Punya Bukti Duit Suap, Hasto Ngeri-Ngeri Sedap Nih
Hasto Tersangka Suap Jadi Kado Pahit PDIP Saat Natal 2024
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
Namun Presiden Jokowi memilih tetap menaikkan iuran. Hal itu seiring dengan lahirnya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berikut ini kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan berlaku mulai 1 Juli 2020:
1. Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan, sebelumnya Rp 160 ribu.
2. Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang, sebelumnya Rp 110 ribu.
3. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, Tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu. Sebelumnya Rp 42 ribu.
Untuk Januari, Februari, dan Maret 2020, iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP adalah:
1. Kelas I sebesar Rp 160 ribu
2. Kelas II sebesar Rp 110 ribu
3. Kelas III sebesar Rp 42 ribu
Untuk April, Mei, dan Juni 2020 sebesar:
1. Kelas I sebesar Rp 80 ribu
2. Kelas II sebesar Rp 51 ribu
3. Kelas III sebesar Rp 25.500
Dalam Kajian Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang KPK lakukan pada 2019, akar masalah yang kami temukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan, Jumat (15/5/2020).
Ghufron menyebut menaikkan iuran BPJS bukan solusi untuk mengatasi permasalahan defisit BPJS Kesehatan. Menurutnya, harus ada perbaikan sistem tata kelola BPJS Kesehatan sebagaimana rekomendasi dari KPK.
"Sementara akar masalah defisit BPJS disebabkan permasalahan inefisiensi dan penyimpangan (fraud), sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah," sebutnya.
Bahkan menurut Ghufron, menaikkan iuran BPJS Kesehatan malah akan memupus tercapainya tujuan Jaminan Sosial sebagaimana UU No 40 Tahun 2004. Sebab, kata dia, menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah ekonomi yang menurun malah akan membebani masyarakat.
"Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS," tutur Ghufron.
KPK berpendapat, jika rekomendasi KPK dilaksanakan, tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat mengingat situasi sulit yang sedang dihadapi saat ini dan potensinya yang berdampak di masa depan.