RADAR NONSTOP - Terdakwa Charles Sibarani yang disangkakan melanggar Pasal 372 dan Pasal 378 KUHP mengaku jadi korban ketidakadilan atas tuntutan yang dialamatkan kepada dirinya terkait kasus penggelapan dan penipuan dalam transaksi jual beli tanah.
Kasusnya kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi dan telah resmi mendekam dalam penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bulak Kapal, Bekasi Timur.
Charles, menuturkan, dirinya sampai diproses di PN bermula dari status penetapan dirinya oleh Kepolisian Resort Metro (Polrestro) Bekasi Kota yang dinilai Charles sengaja dipaksakan dan tidak sesuai fakta, sampai akhirnya diproses di PN Kota Bekasi.
BERITA TERKAIT :Dosen Ngaku Korban Konten Porno Nagdu Ke PWI Kota Bekasi
Ogah Hadir HUT Golkar, Darah Uu Gak 100 Persen Beringin Dan Gak Serius Maju Jadi Wali Kota Bekasi
"Ini memaksakan kehendak, sebab saksi -saksi yang dihadirkan di persidangan tidak bisa membuktikan pasal yang disangkakan oleh Tri Wardono Aji sebagai pelapor yang melaporkan saya atas kasus jual beli tanah," kata Charles Sibarani, Senin (26/5/2020).
Charles pun menceritakan, kasus ini berawal saat Nur Safina Ayu Azhari selaku calon pembeli tanah ditawarkan sebidang tanah seluas 27,600 m2 oleh keponakannya bernama Agung senilai Rp 3 juta per meter pada Januari 2018 lalu.
Menurutnya, karena Nur Safina Ayu Azhari sedang menjalani sidang dan menjadi tahanan rutan di Pondok Bambu Jakarta, ia pun meminta tolong kepada terdakwa Charles untuk menelusuri tanah tersebut.
"'Sekitar bulan Maret, Bu Nur panggil saya. Pak Charles tolong dong bantuin saya mencari tahu dan menawar tanah yang ada di Marunda Center dan berkas- berkasnya semua ada di WA saya. Terus saya bertanya kepada calon pembeli ada uang enggak untuk membayar tanah di Marunda Center jika nanti harga sudah cocok," kata Carles.
Kemudian lanjutnya, dijawab oleh calon pembeli (Nur Safina Ayu-red) bahwa uangnya sudah ada, sebab tanahnya yang di Bekasi mau dibayar oleh Koh Otek (pembeli) seharga Rp 5 miliar dengan tanda jadi sebesar Rp 2 miliar.
"Nah uang ini lah yang nantinya saya akan gunakan untuk menawar tanah yang ada di Marunda Center. Lalu saya bilang, kalau begitu tolong buatkan surat kuasa biar saya leluasa untuk menawar dan bernegosiasi sama pemilik tanah," tutur Charles.
Setelah ada surat kuasa dari calon pembeli, Charles pun kemudian mencari tahu si pemilik tanah tersebut.
"Akhirnya ketemu lah sama pemiliknya bernama H. Kozhin Barkawi, namun sartifikat tersebut atas nama istrinya bernama Hamidah. Lalu saya coba menawar tanah itu, yang tadinya ditawar Rp 3 juta sama keponakan Bu Nur, tapi saya tawar menjadi Rp 2 juta dan akhirnya si pemilik tanah mau dengan harga Rp 2 juta per meter," ujarnya.
Nah setelah ok semua, masih kata dia, dirinya menawarkan juga, bisa atau tidak pembayarannya per termin atau bertahap setahun lunas, dan si pemilik tanah, akhirnya mau juga.
"Semua kondisi itu saya sampaikan ke Bu Nur bahwa mereka setuju bayar per tiga bulan dengan harga Rp 2 juta per meter. Lalu ditandatangani oleh kedua belah pihak," terang Charles.
Selama proses itu, sambungnya, pemilik tanah Kozhin Barkawi yang diwakilkan oleh saudaranya bernama Yayan Sophian maju untuk bernegosiasi dengan calon pembeli (Nur) terkait harga dan cara pembayarannya dan lain sebagainya.
"Nah, Dibuatlah di atas materai aturan jual beli tanah itu. Mereka setuju tanda jadi tanah sebesar Rp 2 miliar dengan pembayaran 4 kali. Jadi per tiga bulan dibayar Rp 13,8 miliar. Lalu dibuatlah perjanjian jual beli antara Bu Nur dengan Pak Yayan pada tanggal 10 April 2018," bebernya.
Begitu tanggal 23 April 2018 lanjut dia, Koh Otek membayar DP tanah milik Nur yang ada di Bekasi senilai Rp 5 miliar dan uang itu diterima oleh Nur. Setelah dibayar, Nur kemudian menghubungi (menelepon-red) dirinya .
"Pak Charles tolong dong rekening BCA nya untuk tanah Marunda. Terus saya bilang, Bu Nur langsung ke pemiiik tanahnya saja. Lalu Bu Nur bilang, jangan, ke Bapak aja dulu. Karena dia (Nur-red) di dalam penjara, maka saya oke kan. Lalu ditransfer lah uang itu ke rekening saya Rp 2 miliar oleh Bu Nur," ungkapnya.
Namun besoknya, Nur menelepon dirinya meminta untuk menarik uang sekitar Rp 500 juta.
"Kebetulan saat itu saya ada uang Rp 500 juta di rumah, lalu saya antar uang itu ke rutan Pondok Bambu," ujarnya.
"Saya sempat nanya, Bu apa iya bisa masuk dengan uang segini banyak, lalu bu Nur bilang, nanti saya suruh orang dapur ngambilnya. Bapak tunggu aja di luar," ucap Charles menirukan perkataan Nur.
Esok harinya lagi, lanjut Charles, Nur kemudian meminta uang lagi untuk perbaikan dapur Pondok Bambu sekitar Rp 100-150 juta.
"Dan saya kirim uang cash juga ke sana dan diterima oleh Nur dan ada saksinya," lanjutnya.
Selanjutnya, Nur bercerita bahwa ia juga memiliki utang sama Kozhin, kemudian dirinya bayar juga di luar penjara.
"Saya ngeluarin uang, itu semua atas perintah Bu Nur dan dia tahu semuanya yang akhirnya uang di tangan saya tinggal Rp 900 juta," ungkapnya.
Lalu si pemilik tanah ngejar dirinya, ungkapnya, dan bilang Pak Charles gimana nih. Akhirnya aku izin sama Bu Nur bahwa ia dikejar-kejar sama pemilik tanah.
"Kan ini ada uang Rp.900 juta di saya. bagaimana kalau saya kasih Rp.500 juta dulu ke si pemilik tanah. karena diizinkan oleh Bu Nur, maka uang itu pun saya kasih ke pemilik tanah. Saya transfer dan ada buktinya," ungkap Charles.
Setelah dibayar yang Rp 500 juta, lanjutnya, lalu semua berkas ditarik ke Notaris (Ibu Nuning) untuk dibuatkan PPJB antara penjual dan pembeli yakni antara Khozin Barkawi dengan Nur Safina Ayu Azzhari.
"Jadi semua uang yang keluar itu semuanya atas perintah Bu Nur dan bukti-buktinya serta rinciannya ada semua. Dan Bu Nur mengakuinya. Nah tinggallah uang itu sekitar Rp 400 juta lalu uang itu saya serahkan ke Pak Yayan Sophian untuk mengurus pengukuran tanah, apraisal dan lain sebagainya, semua ada buktinya. Dan pak Yayan mengakui bahwa ia terima uang itu," sambung dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, setelah tiga bulan kemudian, Nur harus membayar sesuai perjanjian dengan Sophian. Namun ia belum bayar dengan dalih bahwa tanah miliknya yang di Bekasi belum terbayar semua oleh Koh Otek.
"Lalu si pemilik tanah minta agar perjanjian jual beli dibatalkan dan itu disetujui oleh Nur. Karena sepakat batal, lalu dibuatlah akte pembatalan di notaris pada bulan Juli. Empat bulan kemudian saya dilaporkan oleh Tri Wardono Aji selaku teman Nur yang mengaku sebagai pemilik uang tersebut. Namun di Kepolisian hingga pengadilan, pelapor pun tidak bisa membuktikan tuduhannya itu. Karena uang itu jelas-jelas uangnya Koh Otek (ada kwitansi). Jadi antara saya dengan pelapor tidak ada benang hukumnya," beber Carles.
Ia juga mengaku, sempat ditahan oleh Polres Metro Bekasi Kota selama 3 bulan yakni sekitar bulan Maret 2019 dan kemudian dipaksakan jadi tersangka.
"Saya sempat ditahan selama 3 bulan pada bulan Maret 2019 .Tapi akhirnya saya keluar karena P-19. Sebab saat itu Jaksa (Maria) membuat catatan agar Notaris, Yayan Sophian, Koh Otek, pelapor dan Nur Safina Ayu Azhari juga turut diperiksa," bebernya.
Namun dalam perjalanannya, kata dia, pihak kepolisian tidak menjalankan apa yang sudah diamanahkan oleh Jaksa pada saat persidangan.
"Setahun kemudian yakni pada Maret 2020, saya di P-21 sama Kejari. Padahal waktu P-19 yang dikeluarkan oleh Polisi, Kejari Bekasi yang saat itu dipimpin oleh Hermon membuat catatan bahwa kasusnya tidak layak untuk disidangkan," ungkapnya.
Saat di persidangan semua saksi-saksi, kata dia, yang dihadirkan Jaksa Gusti Rai Andriyani SH pun tidak bisa membuktikan bahwa dirinya bersalah.
"Di persidangan pun semua saksi-saksi Tri Wardono Aji itu berbohong. Karena mereka semua saksi-saksi yang dipaksakan. Semuanya, mereka berbohong karena enggak bisa membuktikan," tuding Charles.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Kasie Pidana Umum (Pidum) Kejari, Hapit Suhandi mengatakan, pihaknya bekerja sesuai fakta hukum dan fakta persidangan selama ini.
"Tuntutan hukuman kami selama 3 tahun penjara terhadap terdakwa Charles sudah sesuai fakta hukum dan fakta persidangan dan kami yakin terdakwa bersalah dalam kasus ini," tegas Hapit.
Dalam persidangan pun kata Hapit, terdakwa saat dimintai keterangannya selalu berbelit-belit dan tidak jujur.
"Kami ada bukti berupa struk transfer dari pelapor Tri Wardono Aji ke terdakwa. Antara terdakwa dengan pelapor sudah saling kenal tapi terdakwa berbohong padahal mereka adalah rekanan kerja," jelas Hapit.
Bukti kwitansi uang pembayaran tanah dari Koh Otek yang diklaim oleh Charles, kata Hapit, tidak diakui oleh Nur Safina.
Sedangkan sidang terakhir dengan agenda pembacaan tuntutan terdakwa akan digelar besok, Rabu (27/5/2020) di PN Kota Bekasi.