RADAR NONSTOP - Sosok Ketua Mahkamah Agung, Muhammad Syarifudin jadi sorotan publik.
Mantan Ketua PN Pariaman, Padang Sumatera Barat ini disorot terkait track recordnya yang kerap menyunat vonis para koruptor.
Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara Berkeadilan (PPNB), Ega January menilai, sosok Muhamad Syarifudin menjadi Ketua Mahkamah Agung memang penuh kontroversi dibalik karier cemerlangnya.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Kursi Ketua MPR Ditukar Guling, Alhasil Golkar Dapat Jatah Menteri Banyak
Bahkan, Ega juga tak habis pikir Muhamad Syarifudin bisa terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung, terlebih sosoknya yang kerap menyunat vonis para koruptor.
“Bisa dikatakan, terpilihnya Syarifudin merupakan kabar gembira buat para koruptor. Peluang untuk mendapat pengurangan vonis melalui PK (Peninjauan Kembali) terbuka lebar,” ujarnya.
Namun, imbuh Ega, hal tersebut menjadi kecemasan terhadap upaya - upaya pemberantasan korupsi. Padahal, korupsi merupakan musuh bersama rakyat dan pemerintah.
“Kan ini menjadi berbahaya terhadap upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi, kalau vonis mereka selalu disunat ketika para koruptor itu mengajukan PK,” ujarnya.
Sunat Masa Tahanan
Diketahui, di balik karier moncernya, Syarifuddin tak luput dari rekam jejak kontroversial. Selama menjadi hakim agung, Syarifuddin tercatat beberapa kali menyunat hukuman koruptor.
Salah satu putusan Syarifuddin yang mendapat sorotan yakni menyunat hukuman advokat senior, OC Kaligis, dari 10 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara pada tahun 2018 di tingkat Peninjauan Kembali (PK). Alasannya, mantan politikus Partai NasDem itu sudah berusia lanjut. Bila 10 tahun penjara diterapkan, Oce baru keluar penjara di usia 84 tahun.
Oce diketahui terbukti menyuap Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting, serta panitera Syamsir Yusfan sebanyak US$27 ribu dan Sin$5 ribu.
Selain itu, Syarifuddin juga tercatat menyunat hukuman mantan Wakil Sekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh alias Angie pada 2016.
Pada tingkat kasasi, hukuman Angelina Sondakh justru semakin berat menjadi 12 tahun penjara, denda Rp500 juta, ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp12,58 miliar dan US$2,35 juta.
Namun, di tingkat peninjauan kembali (PK), hukuman Angie dipotong menjadi 10 tahun, denda Rp500 juta, uang pengganti Rp 2,5 miliar dan US$1,2 juta subsider 1 tahun penjara.
Kontroversi selanjutnya juga terkait dengan pemangkasan vonis kasus Wali Kota Medan periode 2010-2015 Rahudman Harahap.
Rahudman sebelumnya sudah divonis di tingkat kasasi karena menggelapkan dana tunjangan aparat desa dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp480 juta.
Di tingkat PK, dengan Syarifuddin sebagai salah satu anggota majelis hakimnya, menyunat vonis menjadi 4 tahun penjara.
Berikutnya, Syarifuddin juga sempat memotong masa tahanan terpidana kasus korupsi pegawai pajak, Dhana Widyatmika dari 13 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Syarifuddin juga tercatat pernah memotong masa tahanan Cahyadi Kumala alias Swie Teng, yang terbukti menyuap mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin untuk mendapatkan izin pembangunan perumahan di kawasan Sentul City.
Pada putusan tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Swie Teng divonis 5 tahun penjara. Pada tingkat PK, dengan ketua majelis hakim Syarifuddin, masa hukuman Swie Teng dikorting separuhnya menjadi 2,5 tahun penjara.