RADAR NONSTOP - Heni Suhaeni tak kuasa menahan air mata saat menyaksikan bangunan PAUD Pinangsia, tempatnya mentransfer ilmu kepada anak didik sudah rata dengan tanah. Dihancur-leburkan oleh bekho dan kesombongan Ibukota.
Hati wanita paruh baya pendiri PAUD Pinangsia itu makin tersayat, saat ingat dirinya terpaksa berbohong kepada muridnya. Dirinya tak kuasa berkata jujur, saat wajah-wajah polos itu bertanya.
Bu, sekolah kita mau dibongkar ya bu?, tanya murid-muridnya saat menyaksikan bekho mulai menghantam tembok sekolah. Dinding yang telah sekian lama menjadi saksi bisu adanya proses belajar mengajar di lokasi itu pun berdebam, rontok dihajar alat berat. Menghancurkan seluruh corat-coret anak-anak usia 4-5 tahun itu beserta kenangan di dalamnya.
BERITA TERKAIT :Belajar di RPTRA PI Bareng Bunda PAUD, Anak-anak Didik Sumringah
Anak Sekarang Hafalnya Lagu Galau Dan K-Pop
“Nggak ini sekolah kita mau diperbaiki, mau dipercantik lagi kelasnya, biar nanti anak-anak makin betah belajarnya ya,” ujar Heni dengan mimik sedih teringat wajah-wajah polos yang terpaksa dia bohongi.
Heni, guru PAUD itu, bukan sengaja hendak mengajarkan kebohongan kepada anak didiknya, tapi Heni terpaksa berbohong untuk menenangkan wajah-wajah resah nan polos itu, anak-anak yang belum mengerti apa itu arti pembangunan, apa itu arti penggusuran, siapa itu Camat, apa dan siapa itu Satpol PP, bahkan mungkin Anies Baswedan sekalipun mereka tidak kenal.
Anak-anak yang baru tahu abjad dan berhitung hingga ratusan itu, dipaksa mengungsi ditengah proses belajar, tangan-tangan kecil itu harus mengangkat sendiri bangku tempat duduk mereka. “Pindah pindah pindah pindah ke Mushola” suara teriakan ditengah kebingunan anak-anak polos tanpa dosa itu.
Selain tak adanya pemberitahuan sebelumnya, pengeksekusian pun tetap dilakukan saat jam pelajaran masih berlangsung. Heni sudah mencoba bernegosiasi agar pembongkaran dilaksanakan usai proses belajar mengajar, namun gagal. Dengan hati tak menentu, Heni beserta guru-guru lainnya berusaha menyelamatkan beberapa berkas dan peralatan berlajar mengajar.
Meski tangannya mencoba meraih beberapa perlengkapan sekolah yang bisa diselamatkan, namun hati Heni tetap tertuju kepada murid-muridnya. Sesekali matanya melirik ke arah Lokbin Cengkeh Taman Kota Intan, yang bersebelahan dengan sekolah tempat murid-muridnya itu berlindung dari kejamnya penggusuran itu.
Rona kebingungan dan kesedihan terpancar jelas dari wajah-wajah polos para bocah-bocah itu. Kecerian yang selama ini selalu menghiasi hari-hari mereka saat berada di PAUD Pinangsia, siang itu hilang, lenyap bersamaan dengan ratanya bangunan sekolah.