RADAR NONSTOP - Pengembang Meikarta PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) dan Lippo Group terancam dijerat pidana korporasi.
Begitu dikatakan oleh peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar. Dia mengatakan, pengembang Meikarta sangat bisa dijerat dengan pidana korporasi asal ada bukti yang mengarah pada keterlibatan perusahaan dalam suap itu.
"Meikarta sebagai korporasi tentu sangat bisa (dijerat pidana korporasi, Red). Bahkan jika ditarik ke atas, group korporasinya pun bisa diminta pertanggungjawaban," ungkapnya.
BERITA TERKAIT :Serangan Fajar Di Bengkulu Rp 50 Ribu, Di Jakarta Berapa Nih?
Sebut OTT KPK Kampungan, Resiko Politisi Lokal Jadi Anggota DPR
Secara teknis, pelaksanaan pidana korporasi telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Di perma itu secara jelas mengatur batasan korporasi yang dapat dipidana.
Di pasal 3, misalnya, menyebutkan bahwa pidana korporasi adalah pidana yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan kerja. Dalam hal ini, Billy Sindoro sebagai Direktur Operasional Lippo Group masuk kategori itu.
Selain di pasal 3, batasan itu juga diatur dalam pasal 4. Diantaranya menyebut pidana dijatuhkan kepada korporasi yang dinilai mendapat keuntungan dari tindak pidana. Batasan lain adalah pembiaran dan tidak adanya langkah pencegahan pidana yang dilakukan.
Batasan itu bersifat alternatif. Artinya, penegak hukum tidak perlu memenuhi semua unsur itu. Melainkan, cukup satu saja.
Erwin menjelaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga bisa menjerat pengendali korporasi (directing mind). Meski, pengendali itu berada di luar struktur korporasi.
Diketahui, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) merupakan perusahaan pengembang, sedangkan Lippo Group sebagai induk perusahaan.