Sabtu,  04 May 2024

Sejak Era Kolonial

Anggur Bali Terus Berkembang

Zaber Lubis
Anggur Bali Terus Berkembang

RADAR NONSTOP - Kabupaten Buleleng, Bali, merupakan salah satu sentra anggur di Tanah Air. Buah ini dibudidayakan sejak 1934.

"Anggur telah ditanam sejak tahun 1934 di Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng," ujar Kabid Hortikultura Buleleng, I Gede Subudi.

Tanaman anggur terus menggeliat, menyusul dukungan dan kemitraan penyuluh pertanian. Karenanya, anggur mampu memperbaiki taraf hidup para petani dan menjadikannya sebagai komoditas unggulan.

BERITA TERKAIT :
Sunatan Cucu Hingga Biduan Pakai Duit Suap, Siapa Keluarga Eks Kementan SYL Yang Bakal Jadi Tersangka? 
Keseret Kasus Suap Eks Mentan SYL, Nayunda Naik Daun Dan Makin Beken?

Tanaman anggur di Buleleng, terang Subudi, berasal dari Eropa sejak zaman kolonial. Jenis anggur yang ditanam saat itu, Gross Colman, Isabella, Frakenthaler, dan Alphonso Lavalle. Namun, hanya jenis Alphonso yang dapat beradaptasi dengan baik.

Budi daya anggur kian meluas pada 1984. Perkembangannya hingga Kecamatan Banjar dan Kecamatan Gerokgak. Secara sporadis merambah Kecamatan Sawan dan Kecamatan Kubutambahan.

Tetapi, sentra produksi anggur yang dikenal dan ditetapkan menjadi kawasan anggur di Buleleng berada di tiga kecamatan. Yakni, Kecamatan Seririt, Banjar, dan Gerokgak.

Karenanya, anggur Buleleng diusulkan untuk mendapat pengakuan varietas. Melalui Surat Keputusan Menteri Nomor 857/kpts/TP.240/12/1985, anggur yang berkembang di Buleleng dilepas menjadi anggur varietas Bali.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi anggur nasional pada 2016 sebesar 9.505 ton dan menjadi 11.735 ton atau naik 23,46 persen di 2017.

Menurut Kepala Seksi Buah Buleleng, Putu Santika, anggur Bali dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar maupun olahan seperti minuman (wine). "Pemanfaatan anggur untuk konsumsi sebanyak 40 persen dan industri wine sebanyak 60 persen," jelasnya.

Harga anggur segar di pasar berkisar Rp5 ribu-Rp15 ribu per kilogram. Sedangkan perusahaan wine membeli Rp8 ribu per kilogram.

Kendati begitu, petani anggur Buleleng berharap, daya serapnya ditingkatkan. Sehingga, mengatasi masalah kelebihan produksi sekaligus meningkatkan pendapatan.

Wine yang diproduksi memiliki kadar alkohol maksimal 10 persen dan diperuntukkan bagi wisatawan asing di beberapa hotel berbintang. Sementara, produk olahan lainnya, seperti sari buah, dodol anggur, dan lainnya, belum banyak digarap karena sebatas industri rumah tangga.

Atas dasar itu, Direktur Buah dan Florikultura Ditjen Hortikultura Kementan, Sarwo Edhy, ingin lebih banyak peran swasta untuk membangun industri pengolahan.