Jumat,  29 March 2024

Bogor Ganjil Genap, Pedagang: Bangkrut Dah 

NS/RN
Bogor Ganjil Genap, Pedagang: Bangkrut Dah 
Ilustrasi

RN - Aturan ganjil genap membuat pedagang di Kota Bogor garuk kepala. Mereka mengaku, aturan itu bisa membuat mereka bangkrut. 

"Jumat, Sabtu dan Minggu itukan ramai pengunjung dari Jakarta. Kalau beginikan kurang pemasukan jadinya, Corona gini kita dah rugi ditambah ganjil genap bisa bangkrut," tegas Somad, pedagang asinan di Kota Bogor, Jumat (5/2). 

Bapak dua anak ini menyatakan, warga Jakarta pada Sabtu dan Minggu banyak yang berwisata ke Bogor. "Ini saya lagi bingung pastinya omzet turun," keluhnya. 

BERITA TERKAIT :
Udah Tau Ramadhan, Tempat Maksiat Di Bogor Nekat Buka 
Harga Beras Makin Gak Jelas, Emak-Emak Teriak Lagi, Mendag Zulhas Berkelit Lagi Aja?

Begitu juga dengan pedagang talas. "Wah, makin parah. Siap-siap bangkrut nih," keluh Fikri. 

Diketahui, saat ini Kota Bogor berada di zona merah Covid-19. Ganjil genap untuk membatasi mobilitas warga, termasuk menerapkan aturan ganjil genap kendaraan bermotor.

Pemkot Bogor memberlakuan aturan ganjil genap mobil dan motor pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu berdasarkan tanggal. Aturan ini tidak berlaku bagi ambulans, pemadam kebakaran, angkutan umum, kendaraan dinas pemerintah, dan kendaraan tertentu.


Tak hanya itu, Pemkot Bogor bersama Satgas Covid-19 juga membuat aturan PSBB Skala Mikro untuk memperketat pengawasan di RW zona merah untuk menekan angka kasus virus corona yang mencapai 150 orang sehari.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, kebijakan tersebut merupakan hasil rapat Satgas Covid-19 dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda).

"Di Kota Bogor, hari ini menunjukan, kita tidak lagi bisa melakukan langkah-langkah yang biasa, harus ada langkah-langkah yang lebih terukur, fokus untuk menekan angka lonjakan Covid-19," katanya saat menjelaskan aturan PSBB Skala Mikro di RW zona merah di Kecamatan Tanah Sareal, Kamis (4/1).

Bima menjelaskan, penyebab pertama lonjakan kasus virus corona di Bogor adalah kelemahan dalam sistem 3T: tracing, testing, dan treatment.

Penyebab kedua adalah mobilitas warga yang semakin tidak terkendali dan semakin abai serta cuek menerapkan protokol kesehatan.

"Kita melihat, ancaman terbesar adalah ketika warga menganggap Covid-19 adalah flue biasa. Ini bukan flu biasa. Karena itu, dua hal ini yang kita sepakati untuk dilakukan perbaikan dalam bentuk kebijakan, meningkatkan kapasitas tracing, testing, dan treatment," ujar Bima.

Selanjutnya, langkah yang Pemkot Bogor ambil adalah meningkatkan kemampuan untuk mengurangi mobilitas warga, dengan fokus untuk melakukan PSBB skala mikro. 

"Ada 450 RW zona merah dari 977. Kami akan fokus di RW-RW ini untuk memastikan disini 3T dilakukan secara maksimal," ungkap Bima.

"Jadi, di wilayah-wilayah ini TNI-Polri dan aparatur Pemkot Bogor bersama warga akan betul-betul fokus untuk mengawasi prokes (protokol kesehatan) dan proses isolasi," tegas dia.