Selasa,  14 May 2024

Korupsi Rp 200 Miliar jadi Kado Ultah Sarana Jaya, KPK Didesak Periksa DPRD DKI

SN/DIS/RN
Korupsi Rp 200 Miliar jadi Kado Ultah Sarana Jaya, KPK Didesak Periksa DPRD DKI

RN - Ketua Forum Politik Indonesia (FPI), Tamil Selvan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa anggota DPRD DKI Jakarta yang terlibat skandal pembelian lahan Pondok Ranggon. Menurut Tamil, kucuran dana Sarana Jaya senilai sekitar 200 miliar diduga menjadi bancakan mafia tanah di Pondok Ranggon.

Hal itu dikatakan Tamil bertepatan Hari ini Perumda Sarana Jaya memasuki usia ke-39. Sebagai BUMD DKI yang kini tengah diguncang badai. Ia mengungkapkan, guna mengembalikan citra, Sarana Jaya harus terbuka kepada KPK siapa saja yang terlibat dalam skandal korupsi lahan Pondok Ranggon yang menyeret Yoory C Pintoanan menjadi tersangka.

"Saya menduga, dana 200 M buat beli lahan yang secara aturan engga bisa dibeli karena itu milik yayasan, duitnya nguap jadi bancakan mafia tanah. KPK harus kejar terus siapa saja mafia tanah ini, periksa ketua Dewan biar terang, bener engga dewan terlibat," katanya di Jakarta, Sabtu (20/3/2021).

BERITA TERKAIT :
Buka Posko Penonaktifan NIK, Semoga Aksi PSI DKI Tidak Carmuk Jelang Pilkada 
Usai Viral Pamer Starbucks Di Mekkah, Zita Gandeng Bapaknya Bagi-Bagi Kopi Di CFD HI 

"Sekarang Ultah PSJ ke-39, momen istimewa buat bongkar kasus korupsi lahan," sambungnya.

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan salinan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) lahan di Munjul, Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sertifikat itu tercatat atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektare, dan tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan swasta, tapi boleh dialihkan kepada yayasan lain untuk digunakan dengan tujuan sosial.

"Seharusnya sejak awal Perumda Pembangunan Sarana Jaya mengetahui bahwa lahan tersebut tidak bisa dibeli karena dimiliki oleh sebuah yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta. Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 Miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (19/3/2021).