Jumat,  22 November 2024

Tanjung Priok Dari Sejarah Hingga Dicap Daerah Begal

Ahmad Yani
Tanjung Priok Dari Sejarah Hingga Dicap Daerah Begal
Makam Mbah Priok yang menjadi sejarah Tanjung Priok.

RADAR NONSTOP - Wah, jam dan dompet gw ditodong. Celetukan itu sering didengar jika ada orang luar main ke Tanjung Priok.

Daerah yang luasnya 25,1255 km² itu di era 80-90 an dikenal rawan kejahatan. Kesan danger pada anak-anak priok terdengar hingga ke pelosok ibukota.

Di gang-gang sempit, para anak muda biasa pada nongkrong sambil main gitar dan terlihat botol minuman. Ada guyon di kalangan masyarakat, 'jangan ke priok kalau tidak ada kawan preman. Jika nekat, dompet dan jam pasti lenyap'.

BERITA TERKAIT :
Ingin Luruskan Sejarah, MDS GP Ansor PC Jaksel: Pangeran Kuningan Bukan Klan Ba’Alwi
Taruh Kepercayaan Penuh, Warga Tanjung Priok Yakin Zulham Nasution Bawa Perubahan

Kini kesan danger itu sirna. Anak-anak priok yang dikenal danger berubah menjadi ramah. Bahkan, banyak dari daerah ini bermunculan tokoh-tokoh Jakarta muncul.

Tanjung Priok memang menyimpan banyak sejarah. Kawasan paling terkenal dan menjadi wilayah terpenting di Jakarta Utara ini terdapat pelabuhan yang sudah beroperasi sejak zaman Hindia Belanda hingga sekarang.

Belanda mengembangkan kawasan Tanjung Priok sebagai pelabuhan baru Batavia pada akhir abad ke-19 untuk menggantikan pelabuhan Sunda Kelapa yang berada di sebelah baratnya.

Sebab, pelabuhan tersebut sudah menjadi terlalu kecil untuk menampung peningkatan lalu lintas perdagangan yang terjadi akibat pembukaan Terusan Suez.

Pembangunan pelabuhan baru dimulai pada 1877 oleh Gubernur Jendaral Johan Wilhelm van Lansberge (1875-1881). Beberapa fasilitas dibangun untuk mendukung fungsi pelabuhan baru, diantaranya stasiun kereta api Tanjung Priok pada 1914.

Zaenuddin HM (wartawan senior Rakyat Merdeka dan managemen radar nonstop), dalam bukunya “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,” setebal 377 halaman, diterbitkan Ufuk Press pada Oktober 2012, menjelaskan asal-usul nama Tanjung Priok, yang antara lain konon berasal dari kata tanjung dan priok.

Kata tanjung artinya daratan yang menjorok ke laut dan kata priok (periuk) yakni semacam panci masak dari tanah liat yang merupakan komoditas perdagangan sejak zaman prasejarah.

Diyakini pada masa itu banyak diproduksi dan dijual belikan panci model periuk di daerah tersebut. Versi lain menyatakan, nama daerah itu bermula dari nama pohon tanjung (mimusops elengi) yang tumbuh menandai makam Mbah Priok (Habib Ali Al-Haddad).

Dalam versi yang lebih lengkap, dikisahkan bahwa Mbah Priok yang biasa dipanggil Habib, adalah seorang ulama kelahiran Palembang pada 1727. Dia kemudaian ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Bersama pengikutnya, Habib berlayara menuju Batavia selama dua bulan. Lolos dari kejaran perahu Belanda, kapalnya digulung ombak besar. Sehingga semua perlengkapan di dalam kapal hanya di bawah gelombang.

Akibatnya, yang tersisa hanya alat penanak nasi dan beberapa liter beras yang berserakan. Habib sendiri ditemukan tewas di sebuah semenanjung yang saat itu belum punya nama.

Di samping jenazahnya ditemukan pula periuk dan sebuah dayung. Kemudian oleh warga, sebagai tanda, makam Habib diberi nisan berupa dayung, sedangkan periuk diletakkan di sisi makam itu.

Konon, dayung tersebut tumbuh menjadi pohon tanjung. Sedangkan priuknya hanyut terbawa ombak. Tetapi, setelah empat tahun, periuk itu konon kembali lagi ke sisi makam Habib.

Kisah periuk nasi dan dayung yang menjadi pohon tanjung itulah yang kemudian diyakini sebagai asal usul nama Tanjung Priok.

Sedangkan panggilan Mbah Priok merupakan penghormatan untuk Habib, yang makamnya kini masih ada di daerah tesebut dan sering diziarahi warga.