RADAR NONSTOP - Pernyataan Jokowi soal ‘Politik Genderuwo’ menjadi tranding topik. Para politisi di Senayan berbalas pantun soal Genderuwo.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Arsul Sani sampai membuat puisi ‘Ada Genderuwo di Senayan’. Sekjen DPP PPP itu membuat puisi tersebut, untuk membalasan puisi yang dibuat Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan judul ‘Ada Genderuwo di Istana’.
Menanggapi kisruh tersebut, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengaku tak mau mengambil pusing. Namun, politikus PKS ini menyebutkan bahwa press bisa menjadi Genderuwo.
BERITA TERKAIT :PKS Mulai Dibenci Di Depok, Imam Tumbang Dan Ahmad Syaikhu Jeblok
RIDHO Menang Di Kota Bekasi, Jago PKS Tepok Jidat
Wakil Ketua Dewan Syuro PKS ini mengatakan, Genderuwo berasal dari bahasa Jawa. Genderuwo diartikan sebagai makhluk gaib yang digambarkan untuk menakut-nakuti orang-orang.
“Genderuwo karenanya memang harus dikondisikan pada posisi yang menurut saya sih proposional aja. Jangan ada yang menakutkan yaitu di DPR, di pemerintah, di rakyat, di partai politik, di ormas, di media," ujar Hidayat.
Hidayat menjelaskan, press Genderuwo adalah media yang memberitakan sesuatu secara sepihak dan menutup informasi yang lainnya. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi secara utuh.
"Media juga bisa mengerikan loh. Kalau media hanya memberitakan sepihak dan menutup yang lain. Itu mengerikan loh. Rakyat tidak mengerti informasi sebenarnya. Akibatnya akan memiliki kesimpulan yang tidak sebenernya itu menakutkan. Jadi ada juga pers yang genderuwo," tandas Hidayat tanpa menyebutkan media yang dimaksud