Jumat,  22 November 2024

Nah Lho, Kenapa Aksi Sadapan KPK Bisa Bocor

NS/RN/NET
Nah Lho, Kenapa Aksi Sadapan KPK Bisa Bocor
Ilustrasi

RN - KPK memang dikenal sebagai lembaga anti korupsi yang memiliki alat sadap yang canggih. Tapi, uniknya banyak informasi yang kerap bocor kalau KPK sedang melakukan sadap.

Seperti pengakuan, mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) bansos Corona, Matheus Joko Santoso, mengaku pernah diperintahkan menghilangkan catatan ataupun barang bukti berkaitan fee bansos Corona. Joko juga mengaku diminta merusak handphone-nya.

"Saya pernah hari Minggu diminta datang oleh Pak Adi Wahyono ke kantor dari Bandung ke kantor. Minggu pagi saya ditelepon langsung disuruh ke kantor karena ada sesuatu yang mau dibicarakan saya nggak ingat waktu itu di bulan Mei masih di putaran pertama (penyaluran bansos)," ujar Joko saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (7/6/2021).

BERITA TERKAIT :
Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor

Ketika sampai di kantor, Joko langsung menghadap Adi. Di sana ada tim teknis eks Menteri Sosial Juliari, Kukuh Ary Wibowo. Di sana Joko diminta mengganti handphone beserta nomornya.

"Waktu itu saya diminta mengganti HP dan nomor. Pak kukuh juga sampaikan bahwasanya agar mengganti komunikasi dan HP dan nomor," kata Joko.

"Kenapa harus mengganti HP dan nomor?" tanya jaksa KPK Ikhsan Fernandi.

"Karena waktu itu infonya sudah mulai ada informasi penyadapan. Saya kurang tahu pasti (siapa yang sadap) tapi saya dipanggil Adi dan Kukuh, saya juga dipanggil Erwin Tobing," jawab Joko.

Erwin yang dimaksud Joko adalah seorang tim teknis Juliari. Erwin adalah pensiunan polisi. Joko mengaku bertemu dengan Erwin setelah dipanggil Kukuh dan Ady.

Joko juga diminta uang Rp 140 juta untuk membeli handphone. Uang itu digunakan untuk membeli handphone sejumlah pejabat Kemensos, namun dia tidak tahu siapa pejabat yang dibelikan handphone itu.

"Saudara tahu kalau disadap dari Kukuh apa Erwin?" tanya jaksa.

"Dari dua-duanya," jawab Joko.

"Latar belakang Erwin apa? PNS Kemensos?" tanya jaksa lagi.

"Polisi, pensiunan," kata Joko.

"Saudara bertanya nggak yang sadap dari KPK, polisi, atau kejaksaan?" cecar jaksa.

"Masih meraba-raba saat itu," sebut Joko.

Joko mengaku dirinya memang membuat catatan setiap kali menerima atau ada pengeluaran. Saat ini Joko mengaku tidak tahu keberadaan catatan itu.

Dalam sidang ini, Juliari duduk sebagai terdakwa. Juliari didakwa menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan pengadaan bantuan sosial berupa sembako dalam rangka penanganan virus Corona atau COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos).

Juliari disebut jaksa menerima fee bansos dari KPA bansos Adi Wahyono dan PPK bansos Matheus Joko Santoso. Keduanya, juga merupakan terdakwa yang didakwa bersama Juliari dalam berkas terpisah.