RN - Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat alias NASA pada laman resminya menyebut, Jakarta dan pulau reklamasi menjadi salah satu kota pesisi yang terancam tenggelam.
Menanggapi hal ini, Pengamat tata kota dari Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga juga mengungkapkan hal serupa. Potensi tenggelamnya Jakarta disebabkan karena beberapa faktor.
Pertama, akibat penyedotan atau pemompaan air tanah yg tidak terkendali. Mulai di tingkat rumah tangga, gedung perkantoran, hingga kawasan industri. “Hal ini mengakibatkan lubang pori-pori tanah menjadi kosong dan tertekan,” ungkapnya pada Katadata.co.id, Jumat (16/7).
BERITA TERKAIT :Duit Bansos DKI Rp 802 Miliar, Jangan Sampai Yang Kaya Dapat Bantuan
Rencana Angel Di Maria Usai Gantung Sepatu
Kosongnya lubang pori-pori tanah tersebut kemudian menyebabkan terjadinya percepatan penurunan permukaan tanah seluruh wilayah Jakarta. Di sisi lain, pemerintah provinsi dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) DKI Jakarta baru mampu menyediakan pasokan air bersih sebanyak 45%.
“Jadi, selama pasokan air bersih belum memadai, maka, pemompaan air tanah akan terus terjadi sehingg terus terjadinya penurunan muka tanah,” katanya.
Nirwono juga mengungkapkan rata-rata penurunan muka tanah di wilayah Jakarta mencapai 8 sentimeter (cm) per tahun di wilayah pusat. “Hingga, 24 sentimeter per tahun di kawasan tepi pantai utara Jakarta,” ucapnya.
Saat ini sekitar 40% luas tanah Jakarta berada di bawah permukaan laut. Turunnya permukaan tanah juga kian dipercepat oleh urbanisasi, perubahan fungsi lahan serta pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.
Kedua, Nirwono mengungkap kenaikan air laut membuat Jakarta rentan tenggelam. Ia menyebut air laut tiap tahunnya naik 2 hingga 4 sentimeter. Kondisi ini membuat Jakarta rentan terendam banjir rob di pesisir dan banjir besar di musim hujan.
NASA menyebut, rata-rata permukaan laut global naik sebesar 3,3 milimeter (mm) per tahun. “Dengan meningkatnya suhu global dan pencarian lapisan es, banyak kota pesisir menghadapi risiko banjir yang semakin besar,” tulisnya.
Terkait kondisi ini, Nirwono memberi saran. “Pemerintah DKI Jakarta harus melakukan restorasi kawasan pesisir pantai,” katanya.
Penyebab terakhir, ialah karena belum maksimalnya pembenahan sungai. Revitalisasi situ atau danau sebagai daerah penampung air juga belum maksimal. “Selain itu, rehabilitasi saluran air kota belum maksimal,” kata Nirwono.
Jakarta juga kekurangan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air. Ibu Kota mnejadi sangat rentan banjir.