RN - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Indri Yuli Hartarti mengamini kondisi partainya sedang tidak baik-baik saja. Beragam protes terhadap kepemimpinan Ketua Umum (Ketum) Yussuf Solichien mengalir deras.
BERITA TERKAIT :Ini Modus Pemda Cari Duit, Manipulasi Perencanaan Anggaran Dan Permainan Izin
Menteri PKP Marah Dan Gebrak Meja, Bung Ara Jangan Galak-Galak Apalagi Arogan?
“Betul, desakan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) sudah berdatangan dari berbagai daerah, yaitu dari pengurus-pengurus Provinsi,” ujar Indri, Minggu (7/11/2021).
Aktivis perempuan ini mengatakan, mereka yang protes terhadap kepemimpinan Ketum PKP itu jumlahnya lebih dari 50 persen dari total kepengurusan. Asumsinya, tingkat kepercayaan pengurus Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) kepada Ketum sudah sangat rendah.
“Ini sudah mayoritas. Makanya, dalam surat usulan Munaslub yang dikirimkan oleh DPP bunyinya tegas, yaitu mereka meminta pertanggungjawaban dari Ketua Umum,” ungkapnya.
Politisi cantik ini enggan merinci masalah apa yang terjadi di partainya itu. Menurutnya ada banyak. Pastinya, beragam masalah itu justru membuat pengurus DPP bersatu untuk mendesak Munaslub agar masalah ini segera selesai. Tidak berlarut.
Salah satu masalah yang menurutnya berat adalah dugaan perubahan sepihak Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PKP oleh oknum elit partai. “Adanya beberapa versi AD/ART yang ditemukan semakin membuat teman-teman menjadi makin curiga,” katanya.
Belum lagi, katanya, banyak rapat-rapat yang digelar oleh Ketum tetapi tidak melibatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Said Salahudin. Nah, legalitas kehadiran rapat Sekjen justru ditandatangani oleh Wasekjen.
Asumsinya, posisi Sekjen berusaha dilemahkan. Padahal, katanya, program kepartaian sudah disusun rapi oleh Sekjen dan tinggal diimplementasikan.
“Posisi Sekjen berusaha dilemahkan. Apa aja program beliau terkesan dihambat. Padahal itu untuk kepentingan partai. Sampai-sampai dalam struktur partai Sekjen ditempatkan di bawah Ketua Bidang dengan alasan AD/ART mengatur seperti itu,” katanya.
Indri juga mengeluhkan soal mampetnya komunikasi di internal partai. Menurutnya, tidak sedikit pengurus yang ‘dibuang’ dari grup whatsapp. Kesannya, organisasi ini eksklusif. Padahal, yang dibuang itu adalah orang-orang penting dan berperan di dalam mesin partai.
“Lah, gimana saya mau bicara di rapat. Bicara soal aturan partai di grup whatsapp aja saya langsung di remove. Bukan Cuma saya loh, ada juga wasekjen lain dan pengurus departemen yang dikeluarkan, hanya karena membahas aturan partai. Benar-benar gak ada kebebasan berbicara,” tuturnya.