RADAR NONSTOP – Komite II DPD RI berharap agar penanggulangan bencana dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan efektif.
Alasannya, karena selama ini saat bencana terjadi di Indonesia, masih terdapat beberapa masalah, seperti terlambatnya bantuan, dan juga proses pemulihan infrastruktur yang dinilai kurang cepat.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komite II DPD RI dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hari Rabu (28/11), Wakil Ketua Komite II DPD RI, Parlindungan Purba, menjelaskan bahwa saat ini sudah saatnya memikirkan konsep penanggulangan bencana yang sistematis.
BERITA TERKAIT :Kasus Kriminalisasi Guru Makin Marak, Bang Dailami Serukan Darurat Perlindungan Guru
Diprediksi Bakal Diguyur Hujan, Walikota Jaksel Tingkatkan Kesiapsiagaan Terhadap Bencana
Mulai dari perencanaan mitigasi bencana sampai pada penanganan bencana. Menurutnya saat ini semua pihak harus meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana di Indonesia.
“Beberapa kendala yang berpotensi menghambat optimalisasi upaya peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana yang terjadi di Indonesia adalah anggaran yang terbatas, belum adanya pusat data dan lokasi kebencanaan, kapasitas dan sarana prasarana yang terbatas,” paparnya.
Lanjut Senator asal Provinsi Sumatera Utara ini, mendorong optimalisasi Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB). Dirinya mendorong untuk melibatkan semua stakehoders agar tidak hanya mengurangi risiko bencana, tetapi juga meniadakan risiko bencana itu sendiri.
Selain itu, berkaca pada kerusakan infrastruktur setiap terjadi bencana alam, Parlindungan Purba mendorong adanya asuransi bencana untuk tujuan pemulihan dan revitalisasi infrastruktur di wilayah yang terkena bencana.
“Kita akan terus mendorong adanya asuransi bencana alam. APBN sudah mengalokasikan, tetapi saat ini hanya untuk gedung Kemenkeu dulu. Kedepannya Komite II akan mendorong asuransi bencana untuk daerah,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Barat, Baiq Diyah Ratu Ganefi, menyesalkan lambatnya proses pemulihan di wilayah gempa Lombok.
Menurutnya saat ini masih ada keluarga yang belum memiliki rumah karena lambatnya pembangunan rumah untuk korban gempa Lombok. Rumah yang dibangun pemerintah masih sangat jauh dari angka keluarga yang kehilangan rumah tinggalnya.
“Di Lombok Utara masih tersisa puing-puing yang membuat kita saat masuk kesana trauma kembali. Bantuan-bantuan tidak pernah menyentuh ke titik ujung. Hal-hal seperti itu harus segera dipikirkan BNPB sampai pada titik yang terakhir,” tegasnya.
Dirinya juga menyesalkan sulitnya mencairkan bantuan korban gempa Lombok yang diberikan melalui rekening BRI. Baiq merasa syarat dalam mencairkan bantuan tersebut terlalu sulit, sehingga masyarakat banyak yang belum bisa menggunakan bantuan tersebut.
Bahkan saat akan membelanjakan bantuan tersebut untuk kebutuhan, harus dilakukan melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Dirinya meminta pemerintah melalui BNPB untuk dapat segera menyelesaikan masalah tersebut, karena sampai saat ini masih banyak masyarakat di Lombok yang membutuhkan dana untuk memulihkan keadaan pasca gempa.
“Buku tabungan katanya sudah berisi uang by name by address, tapi tidak bisa dicairkan karena ada juknisnya, ada pokmas. Di NTB ada 7.500 sekian, yang baru di SK-kan baru 800 sekian. Maksud saya bagaimana kita bisa memperingan hal tersebut. Kalau syaraatnya bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit,” tukas Baiq.
Merespon hal tersebut, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Harmensyah, menjelaskan bahwa keberadaan Pokmas menjadi syarat penting untuk pencairan dana bantuan stimulan rumah untuk korban bencana tersebut.
Dimana melalui Pokmas, diharapkan bantuan yang disalurkan dapat tepat sasaran. Kedepannya BNPB akan terus mengupayakan percepatan dalam pemulihan wilayah di Lombok yang terdampak gempa.