RN - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berteriak lantang. Mereka menentang upaya intervensi negara-negara Barat terhadap sikap Indonesia yang menerima kedatangan Presiden Rusia, Vladimir Putin, di forum G20, nanti.
"Mereka teriak hak asasi, teriak demokrasi. Tapi sekarang mereka praktikkan totalitarianisme global. Mereka coba tekan pemerintah Indonesia agar mengambil keputusan sesuai kehendak dan kepentingan mereka. Hipokrit!", kecam Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (26/3/2022).
Tindakan Barat yang menginginkan semua negara menghukum Rusia tidak menghargai kedaulatan negara-negara lain untuk menilai perang Rusia-Ukraina sesuai dengan perspektif kepentingan nasionalnya.
BERITA TERKAIT :Trump Siap Bicara Dengan Putin, Eropa & Ukraina Bisa Berdebar
Putin Menang Telak Pemilu Rusia, AS & Negara Barat Sebut Pemilu Curang
Hal ini menurut Arjuna menunjukkan adanya sindrom kekuasaan kompleks (authority complex) dari negara-negara Barat untuk memaksa cara pandang Barat sebagai cara pandang global.
"Dunia hari ini menunjukkan hubungan kekuasaan yang timpang dimana negara-negara NATO mencoba memainkan narasi yang hegemonik soal konflik Rusia-Ukraina dan mencoba memojokkan Indonesia," tambah Arjuna
GMNI meminta pemerintah Indonesia tidak mundur dengan keputusannya untuk tetap mengundang Rusia dalam KTT G20. Arjuna memuji keputusan pemerintah Indonesia yang sudah sesuai dengan prinsip politik bebas aktif. GMNI berharap pemerintah tetap teguh dengan keputusannya, sebagai negara berdaulat Indonesia berhak mengambil keputusan tanpa intervensi negara lain.
"Kami dukung sikap pemerintah Indonesia untuk tetap mengundang Rusia. Karena dalam G20 tidak boleh ada negara yang mencoba meniadakan hak negara lain sebagai anggota KTT. Amerika dan gengnya tidak boleh bertindak sewenang-wenang," kata Arjuna.
Arjuna berharap pemerintah Indonesia tidak terpengaruh oleh tekanan Barat dan menyesuaikan politik internasionalnya dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia dengan prinsip politik bebas aktif. Yang wajib pemerintah Indonesia perjuangkan adalah kepentingan nasional bangsa Indonesia bukan terpengaruh hegemoni Barat.
"Indonesia bukan anggota NATO. Jadi tidak perlu ikut dengan narasi hegemonik Amerika dan sekutunya. Indonesia harus fokus dengan kepentingan nasionalnya dan berdiri tegak diatas politik bebas aktif sebagai mandat konstitusi," kata Arjuna.
Sebelumnya, negara-negara Barat atau sekutu Amerika Serikat (AS) yang menolak kedatangan Rusia ke KTT G20 di Bali adalah Australia. Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison mengaku ogah duduk bersanding dengan Putin di KTT G20.
"Gagasan untuk duduk di sekitar meja dengan Vladimir Putin, yang Amerika Serikat sudah dalam posisi menyerukan kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh," kata Morrison saat konferensi pers seperti dilansir dari CNN, Kamis (24/3) kemarin.
Presiden AS Joe Biden meyakini Rusia harus dikeluarkan dari G20. Biden mengatakan jika Indonesia sebagai Presiden G20 dan negara anggota lainnya tidak setuju, maka Ukraina harus diundang ke pertemuan G20 tahun ini.
"Jawaban saya adalah iya, tergantung pada G20," ucap Biden ketika ditanya soal apakah Rusia harus dikeluarkan dari G20, di sela-sela kunjungannya ke Brussels, Belgia, seperti dilansir CNN dan Reuters, Jumat (25/3).
Biden mengatakan jika negara-negara anggota G20 lainnya, termasuk Indonesia yang memegang Presidensi G20 tahun ini tidak setuju untuk mengeluarkan Rusia, maka Ukraina -- yang bukan negara anggota G20 -- harus diizinkan hadir dalam KTT G20 di Bali.
"Itu tergantung pada G20. Itu dibahas hari ini, dan saya mengemukakan kemungkinan bahwa, jika itu tidak bisa dilakukan -- jika Indonesia dan yang lain tidak setuju -- maka dalam pandangan saya, kita harus meminta agar baik Ukraina bisa menghadiri pertemuan juga ... pada dasarnya (memiliki) Ukraina untuk bisa menghadiri pertemuan G20 dan mengamati," jelas Biden dalam pernyataannya.