RADAR NONSTOP - Perum LKBN Antara bergolak. Pemicunya, pihak manajemen perusahaan plat merah itu ogah menandatangani naskah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati.
Ketua Serikat Pekerja Antara Abdul Gofur menuturkan, naskah PKB 2018-2020 telah disepakati dalam rapat finalisasi di Ancol pada 29 September 2017.
Namun, meskipun sudah ditanyakan berkali-kali manajemen tidak pernah bisa memberikan kepastian kapan akan ditandatangani.
BERITA TERKAIT :Cak Imin Dicueki Prabowo, Belum Diundang Bahas Menteri
Cak Imin Mau Pensiun, Emang Ente Percaya Bakal Lepas PKB?
"Bukannya ditandatangani, tim manajemen malah meminta perubahan sejumlah pasal dalam LKS bipartit. Padahal, LKS bipartit hanyalah forum komunikasi dan dialog, bukan perundingan," katanya.
Serikat Pekerja Antara pun menolak mengubah pasal-pasal dalam Perjanjian Kerja Bersama yang sudah disepakati dan menawarkan opsi konkret bersedia membahas perubahan pasal bila Perjanjian Kerja Bersama ditandatangani terlebih dahulu untuk memberikan kepastian kepada karyawan.
Namun, ternyata tim manajemen lebih memilih menyelesaikan persoalan itu melalui LKS tripartit dengan pihak ketiga sebagai mediator.
Setelah membawa permasalahan Perjanjian Kerja Bersama ke LKS tripartit disepakati, Serikat Pekerja Antara meminta LKS bipartit saat itu untuk membahas surat yang diajukan kepada Direktur Utama terkait gaji, jasa produksi, tunjangan masa bakti dan PKWT, tetapi tim manajemen menolak karena tidak mendapatkan mandat untuk membahas hal itu.
"Kami menganggap pembahasan terutama tentang kenaikan gaji sangat penting karena ditunggu-tunggu oleh seluruh karyawan. Saat ini terjadi kesenjangan antara pendapatan karyawan dengan pendapatan dan fasilitas yang diterima direksi dan dewan pengawas," jelas Gofur.
Gofur mengungkapkan, gaji direksi sudah naik sejak Januari 2018, mencapai 80 - 90 juta. “Sementara, gaji karyawan masih ada yang UMP,” ujarnya.
Karena itu, pada Selasa (4/12), karyawan Perum LKBN Antara melakukan aksi di dalam kantor di Wisma Antara untuk meminta Direktur Utama Meidyatama Suryodiningrat untuk berdialog langsung dengan karyawan.
Gofur mengatakan permintaan dialog langsung ini dilakukan karena perwakilan manajemen di LKS bipartit dinilai tidak bisa memberikan kepastian kepada karyawan.
"Bila permintaan ini tidak juga ditanggapi, kami meminta Kementerian BUMN untuk mengevaluasi direksi yang tidak mengedepankan dialog dengan karyawan, tidak menghargai kesepakatan yang sudah dilakukan manajemen dengan karyawan dan melanggar sejumlah pasal dalam Perjanjian Kerja Bersama," paparnya.
Gofur juga menceritakan, sebelum aksi yang digelar karyawan hari ini, Selasa (4/12/2018) pihaknya telah mengirimkan surat beberapa kali, meminta pertemuan LKS bipartit untuk membahas beberapa hal terkait dengan hubungan industrial, tetapi tidak pernah mendapatkan tanggapan.
Surat yang dilayangkan Serikat Pekerja Antara kepada Direktur Utama antara lain mempertanyakan kenaikan gaji karyawan tahun 2018 yang belum direalisasikan.
Padahal, Perjanjian Kerja Bersama sudah mengatur kenaikan gaji setiap tahun, pembayaran jasa produksi yang diwacanakan akan dikurangi, tunjangan masa bakti karyawan yang tidak sesuai Perjanjian Kerja Bersama dan pengangkatan karyawan pekerja waktu tidak tertentu (PKWT) menjadi karyawan tetap dan penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama 2018-2020 yang sudah disepakati tim perunding manajemen dan tim perunding serikat pekerja dalam perundingan yang sah.
Surat tersebut tidak mendapat tanggapan dari manajemen, sehingga Serikat Pekerja Antara kemudian mengadakan pertemuan dengan karyawan, menyepakati untuk kembali menyurati Direktur Utama.
Bila setelah dua surat tidak juga mendapat tanggapan, karyawan sepakat melakukan aksi untuk mendorong Direktur Utama melakukan dialog langsung dengan karyawan.
“Faktanya dua surat itu tidak mendapat tanggapan, makanya kami aksi hari ini (Selasa, 4 Desember 2018). Eh, bukannya kooperatif, manajemen malah mengundang Serikat Pekerja Antara dan Serikat Pekerja Antara Perjuangan untuk melakukan rapat LKS bipartit,” sesalnya.