RN - Bau busuk alias kecurangan tercium menyengat di pengadaan gorden rumah dinas (rudin) anggota DPR senilai Rp 48,7 miliar.
Begitu dikatakan Peneliti ICW Egi Primayogha menilai pengadaan gorden tahun anggaran 2022 berpotensi menimbulkan kecurangan.
Besarnya alokasi anggaran untuk penggantian gorden tidak menerapkan prinsip efektifitas dan efisiensi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
BERITA TERKAIT :DPRD Tangsel Tancap Gas, Kebut 12 Raperda Di 2025
PPP DKI Aja Ambruk, RIDO Bisa Kena Prank Sandiaga Uno?
“Tidak adanya transparansi mengenai volume pekerjaan dalam proses perencanaan dalam pengadaan gorden,” ujar dia dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (30/3/2022).
Alokasi anggaran untuk pengadaan gorden itu ada di Sistem Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). Di dalam sistem itu pengadaan berjudul ‘Penggantian Gorden dan Blind DPR Kalibata’ tidak menyertakan informasi secara jelas mengenai volume pekerjaan.
“Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip pengadaan barang jasa terkait transparansi informasi,” kata Egi.
Selain itu, Egi berujar, terdapat potensi kecurangan yang bentuknya mengarah pada pemenang tender. Berdasarkan informasi di LPSE DPR, waktu pembuatan tender dilakukan pada 8 Maret 2022.
Hingga saat ini prosesnya sedang berada pada tahap evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis dan harga. Total penyedia yang mendaftar untuk lelang tersebut sebanyak 49 perusahaan.
Sedangkan penyedia yang telah memasukkan penawaran hanya tiga perusahaan yakni PT Sultan Sukses Mandiri dengan penawaran harga Rp 37,7 miliar; PT Panderman Jaya harga penawaran Rp 42,1 miliar; dan PT Bertiga Mitra Solusi penawaran Rp 43,5 miliar.
“Dalam proses pemilihan penyedia, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh ketiga penyedia tersebut, yaitu izin usaha dalam bidang dekorasi interior,” tutur Egi.
Namun, dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia (SIKaP) milik LKPP diketahui bahwa dari tiga perusahaan itu, yang memegang izin usaha untuk dekorasi interior hanya PT Bertiga Mitra Solusi. Sedangkan dua perusahaan lainnya sama sekali tidak memiliki izin usaha tersebut.
“Hal ini patut diduga bahwa proses pengadaan tersebut hanya bersifat formalitas saja karena tidak ada kompetisi antar para penyedia,” cetusnya.