RN - Pengamat Kebijakan Publik Sugiyanto menilai polemik Formula E semakin gawat dan krusial. Pasalnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengakui pendapatan dari balap Formula E tidak akan menguntungkan pada tahun perdana.
"Ini gawat formula E ini, gawat kenapa? Yang paling krusial adalah kalau ini kemudian tidak bisa untung di tahun pertama, tahun kedua dan ketiganya itu bagaimana ceritanya? Sebab, Gubernurnya kan udah beda," tegas Sugiyanto, hari ini.
"Setelah dilaksanakan malah semakin bermasalah," kata dia lagi.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
Menurutnya, dengan tidak ada keuntungan maka bisa dianggap kerugian. Sebab, programnya Gubernur DKI Anies Baswedan ini harusnya sudah berakhir di tahun 2022. "Tidak boleh melampaui RPJMD. Rencana pembangunan Anies kan 5 tahun sejak 2022, jadi di 2022 program Anies harus tuntas," ujar Sugiyanto
Kata dia, jika program Formula E ini adalah bagian dari program Anies, maka sudah seharusnya bisa segera di tuntaskan di tahun 2022.
"Kalau pelaksanaannya rugi di 2022, ya dianggap kerugian. Tahun selanjutnya kan bukan Anies Gubernurnya. Jadi masuk program siapa? RPJMD yang mana?," sindirnya.
Ia melanjutkan bahwa ajang balap mobil listrik masuk di RPJMD masih perdebatan ada pro dan kontra.
"Sekarang dianggap masuk lah, masuknya juga dimana? Dinas pariwisata? Dinas olahraga? Kalau pariwisata memang ada kegiatan Internasional. Tapi kalau olahraga, radanya di RPJMD nggak ada Internasional. Ini kan anggarannya di APBD 2019-2020, di Dinas olahraga. Jadi kalau RPJMD berakhir di 2022 ini pun, semua kegiatan Anies tutup buku," sebutnya.
Kecuali, kata dia, proyek strategis nasional seperti penanganan banjir yang menjadi prioritas nasional. Tapi kalau Formula E bukan program nasional, dan bukan tahun jaman.
"Jadi kalau Formula E rugi, akan makin bermasalah setelah dilaksanakan. Ini menjadi simalakama, tidak dilaksanakan jadi masalah, dilaksanakan jadi masalah," tuturnya.
"Dilaksanakan jadi masalah, karena tahun ini kan juga habis programnya Anies. Gubernur selanjutnya belum tentu menjalankan lagi," sambung Sugiyanto lagi.
Apabila di RPJMD disebut Formula E, maka pertanyannya tahun berikutnya siapa yang akan menjalankan? Apalagi mengalami kerugian.
"Masuk kerugian negara. Gubernur berikutnya ya nggak mau menanggung rugi. Kalau melaksanakan, rugi lagi, ya bunuh diri. Kalau rugi terus, terseret dia," tambah Sugiyanto.
"Salahnya ini, pakai duit APBD. Totalnya 560 M. Seharusnya duit itu dikembalikan. Kan anggaramnya 2019-2020, jadi karena nggak terlaksana ya harusnya dikembalikan," katanya.
Oleh karenanya, kata dia, BPK harus bergerak menagih duit APBD jika program Formula E ini tidak berjalan.
"Kegiatannya ya harusnya di 2019-2020, ini kan udah lewat, udah 2022. Dilaksanakan juga rugi, nggak dilaksanakan juga rugi. Jelas berpotensi menimbulkan kerugian negara," jelasnya.
Sugiyanto memperkirakan pemeriksaan di KPK masih menunggu pelaksanaan 4 Juni dan ia menyakini pelaksanaan Formula E akan menambah masalah dan menjadi buah simalakama.
"Begitu udah pelaksanaan 4 Juni harus dihitung nih, untung berapa, rugi berapa. Jadi pelaksanaan Formula E ini menambah masalah, simalakama betul ini, benang merahnya disitu. Kita lihat aja lah," pungkasnya.