Sabtu,  20 April 2024

Kampanye LGBT Kian Masif, Diam-diam Merusak Sendi-Sendi NKRI 

Tori
Kampanye LGBT Kian Masif, Diam-diam Merusak Sendi-Sendi NKRI 
Anggota DPR RI, Amin Ak/Net

RN  - Isu mengenai lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT tengah ramai. Berdalih hak azasi manusia (HAM), para pendukung LGBT kian berani terang-terangan membela serta mempromosikan perilaku penyimpangan seksual.

Anggota MPR dari Fraksi PKS, Amin Ak prihatin dengan kian masif dan vulgarnya kampanye pro LGBT.  Menurut wakil rakyat dari Dapil Jatim IV itu, LGBT sesungguhnya perang asimetris yang bertujuan menghancurkan sendi-sendi bangsa.

“Melihat pola gerakan, kampanye, dan dukungan dan lobi dari sejumlah kekuatan sejumlah negara untuk mempengaruhi revisi KUHP, jelas ini bukan sekedar persoalan HAM biasa,” tegas dia, Senin (6/6/2022).

BERITA TERKAIT :
Mahasiswa Ngamuk, Rektor Universitas Pancasila Kabur...
Heboh Aksi Rektor Universitas Pancasila, Mahasiswa Resah Kasus Pelecehan 

Menurut Amin, bangsa Indonesia sudah semestinya mati-matian menolak LGBT. Karena perilaku penyimpangan seksual semacam itu bertentangan dengan Pancasila, sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga.

Ia menegaskan, LGBT bertentangan dengan UUD NRI 1945 pasal 28, terutama terkait dengan masalah hak untuk membuat keturunan, membuat keluarga. Termasuk pasal 28 J ayat 1 dan ayat 2. 

“Kalaupun dikatakan LGBT adalah hak asasi manusia, hak asasi manusia di Indonesia bukan hak asasi manusia yang liberal. Hak asasi manusia yang harus juga mempertimbangkan hak asasi manusia yang lain,” jelas Amin.

Amin menekankan, jika HAM harus mempertimbangkan hak asasi manusia itu sendiri serta merujuk pada agama yang diakui di Indonesia. “Dan tidak ada satu agama pun yang membolehkan LGBT, justru agama menentangnya,” tegasnya.

Lebih lanjut Amin mengatakan, karena bertentangan dengan semua ajaran agama, maka propaganda dan kampanye LGBT merupakan bentuk penistaan terhadap agama.

Dengan demikian, LGBT juga bertentangan dengan UU 17/2017 tentang keormasan. Di UU tersebut, disebutkan, seseorang atau ormas bisa dikenakan pasal pidana terkait dengan UU keormasan dengan hukuman pidana minimal lima tahun sampai seumur hidup, jika melakukan penistaan terhadap agama.