RN - Pimpinan Aksi Cepat Tanggap (ACT) lagi bolak-balik diperiksa polisi. Pemeriksaan harusnya membuka tabir gelap yang selama ini masih abu-abu seperti aliran duit ke parpol.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga adanya aliran duit ACT ke parpol. Walau tidak disebutkan ke parpol mana tapi aliran duit tersebut sangat tidak beralasan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebelumnya menyebutkan, aliran duit ke parpol itu bentuknya pihak ketiga. Ivan tidak membeberkan identitas partai ataupun kegiatan apa yang dilakukan parpol dalam membantu penyaluran donasi ACT.
BERITA TERKAIT :Ajak Sobat Active Ngetrip Gunung Gede Pangrango, Elfs Active Launching Basecamp Manjakan Pendaki
YPI As-Saadah Galang Donasi untuk Palestina
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim sudah mengirim sinyal partai mana yang menikmati dana tersebut. Meski tidak menyebut nama dia membocorkan ciri-ciri partai tersebut.
"Parpol apa? Hmm.. itu tuh parpol yang kader-kadernya selalu mencaci dan menghina amaliyah-amliyah ibadah warga NU," kata Luqman dikutip redaksi dari Twitternya @LuqmanBeeNKRI.
Luqman menyebut parpol yang menerima dana dari ACT adalah parpol yang kader-kadernya kerap menuduh sesat praktik ibadah kalangan nahdliyyin atau pengikut Nahdlatul Ulama.
Kabar beredar kalau partai yang sering kerjasama dengan ACT adalah yang sering menuding orang tidak masuk surga dan bakal masuk neraka.
Senin (11/7), Mabes Polri kembali memanggil beberapa pimpinan dan mantan petinggi ACT. Mereka adalah Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
“Diperiksa dan masih berstatus sebagai saksi," kata Kasubdit IV Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji, Senin (11/7/2022).
Adapun petinggi yang dimintai keterangan manajer operasional dan bagian keuangan ACT. Sebelumnya Bareskrim Polri malakukan pemeriksaan kepad dua petinggi ACT yaitu mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Keduanya dimintai keterangan terkait dugaan penyelewengan dana umat yang dihimpun Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Menurut Ramadhan, tak menutup kemungkinan kasus penyelewengan dana umat itu bisa dinaikkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
“Tapi ketika nanti ada bukti-bukti (pidana) yang mengarah, baru kami naikkan tahap penyidikan, tapi ini masih penyelidikan,” ujarnya.
Untuk diketahui, mantan Presiden ACT Ahyudin sebelumnya juga telah menjalani pemeriksaan penyidik Bareskrim pada Jumat (8/7/2022) pekan kemarin.
Dalam pemeriksaan itu, Ahyudin ‘digarap’ penyidik selama 12 jam lamanya. Oleh penyidik, Ahyudin dicecar sebanyak 22 pertanyaan seputra legalitas Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Potongan 20 Persen
Dugaan penyelewengan Yayasan Aksi Cepat Tanggap alias ACT mencuat. Saat ini Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penyelewengan dana ACT.
ACT disebut mengumpulkan dana Rp 60 miliar tiap bulannya dan memotong 10 hingga 20 persen untuk gaji.
"Donasi-donasi tersebut terkumpul sebanyak sekitar Rp 60.000.000.000 setiap bulannya dan langsung dipangkas/dipotong oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar 10 persen-20 persen (Rp 6.000.000.000-Rp 12.000.000.000) untuk keperluan pembayaran gaji pengurus, dan seluruh karyawan," kata Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Senin (11/7/2022).
"Sedangkan pembina dan pengawas juga mendapatkan dana operasional yang bersumber dari potongan donasi tersebut," sambungnya.
Ramadhan menyebut donasi itu berasal dari masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi institusi/kelembagaan nonkorporasi dalam negeri maupun internasional hingga donasi dari komunitas dan donasi dari anggota lembaga.
"Selain mengelola dana sosial/CSR dari pihak Boeing, Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat," katanya.
Sementara dua ormas besar yakni PP Muhammadiyah dan PBNU kompak minta pemerintah atur lagi regulasi lembaga amal atau filantropi.
PP Muhammadiyah, misalnya, lewat Sekretaris Umum Abdul Mu’ti menyebut, pemerintah harus segera membuat Lembaga pengawas untuk Lembaga filantropi di Indonesia.
PP Muhammadiyah menyebut, ketiadaan lembaga pengawas filantropi adalah faktor yang memungkinkan terjadinya penyelewengan.
Selain itu, kata dia, jika tidak ada yang mengatur, maka lembaga amal bisa berpotensi hal buruk.
“Penyelewengan juga berpotensi terjadi, tidak hanya secara governance, tetapi juga penggunaan dana untuk kepentingan politik dan distribusi yang tidak sesuai aturan,” ujarnya.
Hal serupa juga diutarakan Ketua Tanfidziyah PBNU Ahmad Fahrurrozi yang menyebut, dana umat tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
Apalagi, kata Gus Fahrur, sapaan akrabnya, jika dana umat yang telah disumbangkan untuk sosial atau menolong umat itu, justru untuk kemewahan pribadi.
Ungkapan Gus Fahrur ini dilontarkan terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Jelas tidak boleh memanfaatkan dana umat untuk kemewahan pribadi,” ucapnya.
Untuk itulah, Gus Fahrur meminta agar pemerintah melakukan pengawasan dan menerapkan batas wajar terkait gaji dan fasilitas yang diterima pengurus organisasi atau lembaga kemanusiaan.
“Pemerintah perlu menetapkan batas wajar (gaji dan fasilitas, Red) seseorang yang bekerja dalam program kegiatan sosial semacam ini, agar tidak menjadi industri bantuan yang memperkaya pengurusnya,” kata dia.
Ia pun tidak habis pikir dengan kejadian heboh terkini soal lembaga amal yang justru diduga menyelewengkan dana umat untuk kepentingan pribadi.
“Meskipun secara hati nurani, seharusnya mereka malu hidup bermewah-mewah di atas dana umat,” kata dia.
Ia pun meminta agar kasus ACT jadi pelajaran bersama terkait penggunaan dana amal dari umat.
“Kiranya kasus ini dapat dijadikan perhatian lembaga lain sejenis agar tidak semena-mena menggunakan dana amal masyarakat,” ucapnya.