RN - Penolakan Pj Gubernur DKI Jakarta dari unsur TNI/Polri aktif kembali mengemuka di acara FGD (Fokus Group Discussion) yang digelar Jakarta Initiative bertajuk ‘Quo Vadis Jakarta Paska Anies’ di kawasan Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Kamis (28/7). FGD tersebut juga dihadir perwakilan mahasiswa dari BEM UNJ dan PEMKRI.
Aktivis SIGMA Indonesia, Hendra Setiawan berpendapat, Pj Gubernur DKI Jakarta sebaiknya merupakan birokrat dari luar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta atau internal Pemprov DKI.
“Saya tegas menolak kalau Pj Gubernur DKI berasal dari unsur TNI/Polri, kita tidak ingin masa Orba terulang,” cetus mantan wartawan Elshinta ini.
BERITA TERKAIT :Jakarta Masih Banjir, Pj Teguh Mulai Galau Dan Pusing?
Berbagi Ide Dan Asah Kepemimpinan Songsong Jakarta Kota Global, FPPJ Gelar Kemah Aktivis Muda Di Ragunan
Menurutnya, Pj Gubernur DKI Jakarta juga harus paham terhadap revisi Undang Undang Undang Nomor 29 Tahun 2007 pasca ditetapkannya perpindahan Ibu Kota Negara (IKB) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
“Ini harus menjadi perhatian, Pj Gubernur harus mampu menampung aspirasi masyarakat. Terutama, terkait perlunya Majelis Adat di Jakarta,” terangnya.
Tidak kalah penting, sosok Pj Gubernur juga harus mampu membangun komunikasi dan sinergisitas yang baik dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta.
“Hubungan yang harmonis dengan legislatif ini sangat diperlukan agar pembangunan di Jakarta bisa berjalan optimal,” bebernya.
Tokoh Pemuda yang juga mantan Ketua GP Ansor, Saiful Rahmat Dasuki mengatakan, di DKI ada 23 janji kampanye Anies. Janji kampanye yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Ini bisa menjadi persoalan, karena tidak semua sudah terselesaikan di kepemimpinan Anies. Kalau itu tidak dilanjutkan Pj Gubernur bukan mustahil ada pembangunan mangkrak,” ucapnya.
Ketua Jaringan Siber Media Indonesia, Teguh Santosa menjelaskan, kebutuhan terkait Pj Gubernur seiring kebijakan Pemilu serentak di tahun 20224 merupakan bagian dari proses demokrasi.
“Keputusan ini sudah melalui kesepakatan bersama di DPR. Tinggal kita sebagai civil society juga perlu melakukan pengawasan,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan dari Jakarta Initiative, Adjie Rimbawan menuturkan, FGD menjadi penting dilakukan dengan harapan Pj Gubernur DKI Jakarta dapat diisi oleh figur yang berkompeten dan bisa diterima semua pihak.
“Ini menjadi bentuk kepedulian kita karena Jakarta menjadi barometer wilayah lain. Terlebih, Jakarta mengelola anggaran yang besar dengan kompleksitas permasalahan yang tidak sedikit,” pungkasnya