Waktu berlalu begitu cepat, hari berganti hari, bulan ke bulan dan tanpa terasa tahun Islam 1443 Hijriah pun telah berakhir dan berganti dengan tahun Baru Islam 1444 Hijriyah.
Bagi seorang muslim, pergantian tahun, pergantian bulan, pergantian hari, pergantian siang dan malam adalah merupakan tanda-tanda keagungan dan kekuasaan Allah SWT.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi kebesaran Alloh bagi orang yang punya akal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Ali Imran: 190)
BERITA TERKAIT :Hijrah Hati Nurani Menyongsong Hari Esok yang Lebih Baik
Peringati 1 Muharram, Ketua RW 13 Penjaringan Ikut Pawai Jalan Kaki Bersama Peserta Didik
Datangnya tahun baru Islam 1444H, mengingatkan peristiwa Hijrahnya baginda Rasul SAW. Beserta para sahabat, dengan berbagai peristiwa monumental dan hasil gemilang di dalamnya; seperti pemenangan nilai-nilai Islam atas jahiiyah, munculnya komunitas Islam beserta tradisinya, serta terbentuknya negara Madinah yang sepenuhnya tunduk kepada ketentuan Islam yang Rahmatan lil’alamin.
Menurut Ibnu Qayyim Al Jaujiah, hijrah terdiri dari dua jenis besar, Pertama, hijrah fisik, berupa perpindahan fisik baik perorangan maupun masal, dari satu daerah ke daerah lain.
Kedua, Hijrah hati Nurani, Hijrah ini tidak memerlukan sekedar perpindahan fisik, tetapi lebih ke perpindahan arah niat dan aktivitas hati, perpindahan menuju ke kecintaan dan keridloan Alloh dan Rasul-Nya.
Dengan meninggalkan berbagai perbuatan yang subhat, haram dan perbuatan negative lainnya. Menurut Ibnu Kayyim hijrah hati inilah hijrah yang hakiki, ia merupakan prinsip dan pondasi dasar dalam berhijrah.
Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Wahai Rasulullah, apakah bentuk hijrah yang paling utama? Jawab Beliau “yaitu bila anda meninggalkan segala aktivitas yang tidak disukai oleh Alloh, apalagi yang telah tegas dilarang oleh-Nya. (H.R. Ahmad)
Dalam situasi sekarang ini, dimana tuntunan jadi tontonan, kemerosotan akhlak merebak, begitu mudahnya seeseorang untuk melukai dan menghilangkan nyawa orang lain, mencuri, merampas, pelecehan seksual, bulying, perundungan dan berbagai hal yang memalukan dan memilukan, maka hijrah hati nurani menjadi hal penting.
Hijrah hati nurani bisa berbentuk meninggalkan berbagai macam pemikiran, pemahaman, prilaku dan sikap menentang Alloh SWT seperti malas beribadah dan meninggalakn solat, kemusrikan, penodaan agama, berasik maksuk dalam kemewahan dunia, melupakan urusan akhirat dan berbagai kemaksiatan serta kejahatan lainnya yang dapat menghilangkan keberkahan hidup dan dapat mengundang ajab Alloh SWT.
Sebagai manusia yang beriman dan memiliki rasa agama, maka merubah diri (hijrah) kearah yang lebih baik adalah merupakan keniscayaan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Hasr 18 Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan".
Allah telah mensyariatkan, bahwa setiap manusia yang beriman hendaklah selalu takut kepada Alloh dan selalu melihat, mengevaluasi, dan muhasabah ( introveksi ) terhadap apa - apa yang telah diperbuat di masa lampau, serta menjadikan hasil evaluasi sebagai strategi dalam membuat rencana segenap aktivitas kita dimasa mendatang.
Sebagaimana Umar Bin Khotob memperingatkan untuk memperhitungkan apa saja yang telah dilakukan sebelum tiba saatnya kelak Alloh akan memperhitungkannya di akhir nanti.
Hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Alloh nanti di akhirat.
Dalam Ihya’ Ulumu al-Din, “Imam Gazali mengusulkan agar muhasabah ( evaluasi diri ) dilakukan menyangkut tiga hal. Pertama, berkenaan dengan hal-hal yang diperintahkan atau kewajiban-kewajiban (al-mafrudhat).
Kedua, berkaitan dengan hal-hal yang dilarang (al muharramat), yaitu dosa-dosa dan maksiat. Ketiga, evaluasi terhadap umur (waktu), yaitu usia atau perjalanan hidup yang sudah dilalui.
Dalam konteks inilah perlu merenung kembali di ahir tahun 1443 Hijriah ini, apakah sudah menjalankan perintah Allah SWT dengan baik? Apakah sudah berusaha semaksimal mungkin meninggalkan larangan-larangan Allah? Apakah sudah menggunakan waktu sebaik-baiknya? Amal apakah yang telah dilakukan untuk mengisi sisa-sisa usia yang tidak tahu kapan akan berakhir, namun pasti akan berakhir. Tepat kalau Muh. Iqbal penyair Pakistan mengungkapkan “terlalu singkat waktu ini untuk kita permainkan“.
Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga bagi seorang muslim, bahkan lebih berharga dari harta dunia yang dimilikinya. Karena harta apabila hilang maka masih bisa untuk dicari, sementara waktu apabila telah berlalu tidak mungkin dapat kembali lagi, sehingga tidak ada yang tersisa dari waktu yang telah lewat kecuali apa yang telah dicatat oleh malaikat. Maka sungguh betapa ruginya orang yang tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
“Demi masa. sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. ( Al Asr: 1-3).
Semoga dengan datangnya tahun Baru 1444 Hijriyah, jadi momentum kita untuk lebih menghargai waktu dimasa datang dengan harapan baru, semangat baru, jiwa yang bersih fikiran yang jernih melangkah hijrah menuju kehidupan yang lebih baik dan berarti bagi dunia dan akhirat nanti. Aamiin.