RN - Meski saat ini dunia tengah dilanda resesi, Co-Founder Ternak Uang Timothy Ronald menilai iklim investasi di pasar modal, termasuk saham, masih berpotensi menghasilkan keuntungan.
Pasalnya, di masa resesi ini, masih ada beberapa sektor yang masih 'seksi' untuk dijadikan sebagai ladang penghasil cuan. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih saham di masa resesi.
Berikut ini cara memilih saham di masa resesi menurut Timothy Ronald.
BERITA TERKAIT :Bunga Zainal Bakal Bolak-Balik Soal Investasi Rp 6,2 Miliar
IKN Dan Bung Karno, Inikah Angin Surga Jokowi Ke Megawati?
Batasi portfolio saham
Dalam berinvestasi saham, kata Timothy, ia biasanya hanya menaruh di 1 atau 2 portfolio saham, karena jika terlalu banyak, maka akan lebih sulit untuk mengelolanya. "Meski portfolionya sedikit, pilih saham-saham yang profitable dan risiko kerugiannya asimetris atau kecil," terangnya.
Lihat Bisnis Makronya Terlebih Dahulu
Di Ternak Uang, Timothy menggunakan top to down analysis, yaitu menganalisis dari sektor makronya dulu. Artinya dari hulu ke hilir. Hal ini diperlukan agar investor mengetahui seluk beluk saham yang akan dipilih.
"Setelah dipahami, cari relevansi industrinya karena akan memudahkan dalam mencari potensi cuan, misalnya di sektor energi, utamanya batu bara dan minyak. Kenapa pilih emiten dari sektor energi? Karena itu komoditas mahal saat ini, sehingga potensi cuan lebih besar," imbuhnya.
Jangan Ragu atau Takut
Jika sudah bisa menganalisis dari hulu ke hilir, pastikan telah punya gambaran perusahaannya. Setelah itu, jangan takut untuk berinvestasi dengan jumlah besar. Timothy menyarankan agar peluang cuan lebih banyak, pilih perusahaan kecil atau yang baru IPO.
"Pilih (saham) yang kecil-kecil saja. Selain harganya murah, potensi cuannya lebih banyak kalau perusahaannya membesar," sebut pria berkacamata tersebut.
Bandarmology
Bandarmology adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana orang-orang menggunakan pergerakan bandar saham guna mengetahui pergerakan harga saham dalam waktu dekat. Contoh real-nya ada di saham GoTo.
"Dulu harga saham GoTo sempat anjlok ke angka Rp200 per lembar saham, strategi bandarmology masih bisa mengerek harganya ke nilai yang stabil, sekitar 380 per lembar saham. Itu pakai bandarmology," ungkapnya.
Batasi Alokasi Investasi
Karena masa resesi penuh dengan ketidakpastian, Timothy menyarankan bahwa takaran investasi di pasar modal hanya 20-30 persen dari total kekayaan yang kita punya.
"Selama konflik Rusia dan Ukraina belum mereda, kemungkinan besar inflasi belum bisa terkendali. Jadi, kalau saya sarankan sih 20-30 persen saja," sebut Timothy.
Hal ini selaras dengan data dari Center of Reform on Economics (CORE) mencatat, inflasi di Indonesia akan mencapai 6 persen pada akhir tahun ini. Itu berarti, risiko di masa resesi semakin besar. Jadi, batasi limit nilai investasi.
Dengan demikian, Timothy mengajak para investor, khususnya generasi muda, agar tidak takut untuk berinvestasi. Asalkan berada pada jalur yang tepat, investasi di masa resesi pun masih bisa menghasilkan cuan.