RN - Pembahasan pengaturan peredaran minuman beralkohol dalam RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) perlu dikawal dari berbagai pihak.
Terlebih, Baleg DPR RI perlu mendengarkan masukan berbagai pelaku usaha guna menghasilkan aturan yang tepat di masyarakat sebagaimana putusan MK konsep partisipasi publik yang bermakna.
“Jadi tentu yang harus didengar tidak hanya yang kontra tapi juga yang pro,” ungkap anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Christina Aryani, dalam rapat di gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022).
BERITA TERKAIT :Duh, Orang Jogja Kini Doyan Mabok, Miras Dijual Bebas Di Warung-Warung
Foto Bahlil Ada Botol Whisky Jepang Masih Heboh
Ia melihat Peraturan Presiden (Perpres) terkait minuman beralkohol yang saat ini ada tentu masih belum sempurna. Sehingga menurutnya, terbuka kesempatan untuk menyempurnakan Perpres yang selama ini terkesan eksesif. Terlebih, terdapat sejumlah peraturan daerah (perda) yang telah mengatur khusus terkait peredaran minol.
"Nah ini juga terasa merepresentasikan juga keberagaman daripada Indonesia jadi pimpinan,” imbuh politisi Partai Golkar ini.
Christina melanjutkan, peraturan yang cenderung eksesif dan mutlak ini dikhawatirkan akan memunculkan aturan turunan lebih eksesif lagi karena penafsiran yang bermacam-macam. Menurutnya, hal tersebut berpotensi pada munculnya masalah baru di masyarakat.
“Karena ada juga pernah penelitian kok satu daerah di Jawa Barat yang ternyata tingkat kejahatan kekerasannya juga perkosaan besar. Kalau enggak salah itu itu banyak sekali padahal di sana larangan alkohol dan lain-lain. Itu sangat-sangat amatir jadi ini tidak selalu on part, tidak selalu berbanding lurus,“ jelas Christina.
Menyoroti terkait minuman oplosan, Christina mengungkapkan ternyata minuman oplosan tidak termasuk dalam kategori minol. Sebab, minuman oplosan justru memiliki campuran bahan berbahaya, sehingga menurutnya juga perlu diatur.
“Kita juga sempat angkat soal RUU Bahan Kimia, kemungkinan dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas. Apakah di situ kita bisa masukkan soal etanol yang non-food grade ini ya dan lain-lain untuk diatur?” tanya legislator daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta II itu.
Anggota Komisi I DPR itu pun menambahkan bahwa saat ini peredaran dan penyalahgunaan etanol sintetis juga telah dibahas RUU-nya dalam Komisi IX. Diketahui, pembahasan saat ini berfokus pada pengawasan bahan obat, makanan, dan lainnya.
“(Sebanyak) 16 (usulan) sudah diajukan, disajikan juga detail peraturan yang cukup terlihat jelas ya. Jadi apa mengatur apa, dalam step-step-nya juga cukup bagus,” jelasnya.