RN - KPK mengancam akan melakukan jemput paksa. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah KPK berani menangkap Gubernur Papua Lukas Enembe di Bumi Cendrawasih.
Diketahui, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening Gubernur Papua Lukas Enembe. Pemblokiran dilakukan setelah PPATK menemukan aliran ketidakwajaran senilai ratusan miliar mengalir ke rekening politisi Partai Demokrat tersebut.
Kuasa hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin memastikan jika uang ratusan miliar masuk ke rekening kliennya merupakan hasil bisnis. Namun Aloysius tak menjelaskan detail usaha Lukas Enembe tersebut.
BERITA TERKAIT :Setyo Budiyanto Jadi Ketua KPK, Bakal Geber OTT Ke Koruptor
Rakyat Menderita Saat Corona, Koruptor Malah Beli Pabrik Air Minum Di Bogor
"Dia kan orang kaya. Dia punya sumber daya, dia punya usaha. Kamu mau curiga-curiga apa, Indonesia kalian ini. Dia sudah 20 tahun menjabat di negerinya yang sumber emas paling banyak di kabupatennya, di tempat kelahirannya, di negerinya. Jadi mau apa lagi buat cari-cari kesalahan orang. Jakarta bilang, Papua baik-baik sudah," kata Aloysius dalam keterangannya, Senin (19/9).
Aloysius tetap meyakini ada unsur kriminalisasi dalam pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi menjerat kliennya. Apalagi menurut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK tiba-tiba menyebut ada uang ratusan miliar yang mencurigakan di rekening Lukas. Padahal, sebelumnya KPK hanya menyebut dugaan suap hanya Rp1 miliar.
"Kan dipanggil kemarin kan Rp1 miliar, ya toh. Mau diperiksa kan Rp1 miliar. Katanya gratifikasi. Itukan uang pribadi Pak Gubernur yang dikirim ke rekeningnya. Kok sekarang langsung kembangkan? Memangnya penyidikan kayak bagaimana di Republik ini untuk kita orang Papua?" ujar Aloysius.
Aloysius memastikan akan melawan dugaan kriminalisasi terhadap kliennya. Malah, Aloysius menyindir KPK agar berani memeriksa keungan para menteri dan gubernur di Pulau Jawa.
"Kami akan lawan segala bentuk ketidakadilan di negeri ini. Jadi jangan bilang ada miliar-miliar lain. Periksalah orang Jakarta kalau itu jujur. Para menteri dan para gubernur Jawa, sana kamu periksa," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut pihaknya bisa menghentikan proses penyidikan dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua Lukas Enembe.
Menurut Alex, KPK diberi wewenang untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus korupsi. Hanya saja, Alex meminta Lukas kooperatif terhadap proses hukum.
"Kepada penasihat hukum dari Pak Lukas Enembe, kami mohon kerjasamanya, kooperatif, KPK berdasarkan UU yang baru ini bisa menghentikan penyidikan dan menerbitkan SP3," ujar Alex di Kemenko Polhukam, Senin (19/9).
Menurut Alex, sikap kooperatif yang diperlihatkan Lukas nanti akan menguntungkan bagi politikus Partai Demokrat itu. Alex menyebut Lukas bisa menjelaskan kepada penyidik jika merasa tak bersalah.
"Kalau nanti dalam proses penyidikan Pak Lukas itu bisa membuktikan dari mana sumber uang yang puluhan, ratusan miliar tersebut, misalnya Pak Lukas punya usaha tambang emas, ya sudah, pasti nanti akan kami hentikan (penyidikan). Tapi, mohon itu diklasifikasi. Penuhi undangan KPK," kata Alex.
Alex memastikan bakal mendalami transaksi mencurigakan Gubenur Papua Lukas Enembe. Berdasarkan laporan PPATK, transaksi mencurigakan Lukas hingga ratusan miliar.
"Tadi Pak Ivan (Kepala PPATK) menyampaikan ratusan miliar, ratusan miliar transaksi mencurigakan yang ditemukan PPATK. Itu kami dalami semua. Jadi, tidak benar hanya Rp1 miliar," ujar Alex.
Alex memastikan, KPK bekerja sesuai prosedur dalam penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe. Alex juga menampik ada kepentingan lain dalam pengusutan kasus Lukas Enembe.
"Jadi, narasi yang dikembangkan saat ini kan seolah-olah KPK melakukan kriminalisasi karena hanya menyangkut uang senilai Rp1 miliar. Saya sampaikan pada kesempatan ini pada saudara-saudara yang di Papua dan juga kepada penasihat hukum, bahwa dalam proses penyelidikan baru Rp1 miliar itu yang bisa kami lakukan klarifikasi terhadap saksi maupun dokumen. Tetapi, perkara yang lain itu juga masih kami kembangkan," kata Alex.
Duit Kasino
PPATK menemukan transaksi perjudian di sebuah kasino oleh Gubernur Papua Lukas Enembe sebesar Rp560 miliar.
"Terkait transaksi setoran tunai yang bersangkutan di kasino judi senilai 55 juta dolar atau Rp560 miliar, itu setoran tunai dilakukan, dalam periode tertentu," kata Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (19/9).
Ivan mengatakan pihaknya mendapat informasi aktivitas perjudian Lukas itu dilakukan di dua negara berbeda. Transaksi itu dilakukan dalam bentuk dolar Singapura.
Selain itu, PPATK juga menemukan setoran tunai senilai 5 juta dolar Singapura yang dilakukan Lukas. Tidak hanya itu, PPATK juga menemukan pembelian jam tangan senilai 55 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp550 juta.
"Bahkan ada periode pendek setoran tunai itu dilakukan dalam nilai fantastis 5 juta dolar. PPATK juga temukan ada pembelian perhiasan, jam tangan, sebesar 55 ribu dollar. itu Rp550 juta," ujarnya.
Ivan menjelaskan PPATK sudah menganalisa transaksi keuangan politikus Partai Demokrat itu sejak 2017. Dari situ, PPATK sudah menyampaikan 12 hasil analisis ke KPK.
"Variasi kasusnya ada setoran tunai, ada setoran melalui nomine-nomine, pihak-pihak lain. Angkanya dari Rp1 miliar sampai ratusan miliar," ujarnya.
Ivan menegaskan bahwa PPATK saat ini juga sudah memblokir rekening Lukas yang berisikan dana hingga Rp71 miliar. Menurut Ivan, transaksi Rp71 miliar itu mayoritas dilakukan oleh anak Lukas.
"Nilai dari transaksi yg dibekukan oleh PPATK di 11 PJK (pelayanan jasa keuangan) ada Rp71 miliar lebih. Ada juga transaksi yg dilakukan di 71 miliar tadi, mayoritas itu dilakukan di putra yang bersangkutan," katanya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Lukas Enembe terjerat kasus dugaan korupsi mencapai ratusan miliar rupiah. Mahfud memastikan proses hukum terhadap Lukas bukan kriminalisasi.
"Ingin saya sampaikan bahwa dugaan korupsi yang dijatuhkan kepada Lukas Enembe yang kemudian jadi tersangka, bukan hanya terduga, bukan hanya gratifikasi Rp1 miliar," kata Mahfud dalam konferensi pers, Senin (19/9).