Jumat,  06 December 2024

La Nyalla: Perubahan Konstitusi Bikin Utang Melulu dan Rakyat Akan Lebih Banyak Bayar Listrik

Tori
La Nyalla: Perubahan Konstitusi Bikin Utang Melulu dan Rakyat Akan Lebih Banyak Bayar Listrik
Ketua DPD RI La Nyalla M Mattalitti/dok pribadi

RN - Perubahan konstitusi yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2002 telah menyebabkan banyak paradoksal dalam kehidupan berbangsa.

Paradoks yang timbul itu dipaparkan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menyampaikan Kuliah Umum bertema 'Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat' di Universitas Hasanuddin Makassar, Jumat (23/9/2022).

La Nyalla menyatakan hampir 95 persen isi pasal dalam UUD 1945 naskah asli telah diubah. UUD perubahan tersebut tak lagi menjabarkan ideologi Pancasila.

BERITA TERKAIT :
Komeng Gagap Disuruh Urus Hutan & Pertanian, Ini Kata Ketua DPD RI
Pemilihan Ketua DPD RI Pakai Sistem paket, Senator: La Nyalla Ngaco

"Yang dijabarkan adalah ideologi lain yakni liberalisme dan individualisme yang mempermulus tumbuhnya kapitalisme dan menguatnya oligarki ekonomi," kata La Nyalla.

Hal inilah yang menjadi paradoksal. Karena negara yang kaya raya dengan sumber daya alam, tetapi ratusan juta penduduknya miskin dan rentan miskin. Sementara segelintir orang menjadi sangat kaya raya.

Pasal 33 UUD 1945 naskah asli yang terdiri dari tiga ayat berikut penjelasannya, telah diubah menjadi lima ayat dan menghapus total penjelasannya.

"Dampaknya, perubahan mazhab perekonomian Indonesia dari mazhab pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, menjadi mazhab pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pendapatan pajak dari rakyat," imbuhnya.

La Nyalla melanjutkan, amandemen tersebut telah melucuti kekuasaan negara terhadap kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak.

"Kekuasaan tersebut berpindah kepada swasta, baik nasional maupun asing. Perubahan ini sangat berdampak signifikan. Karena neraca APBN Indonesia menjadikan pendapatan negara dari pajak sebagai sumber pendapatan utama negara," ujar La Nyalla.

Sementara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pengelolaan atau penguasaan negara atas SDA justru menjadi sumber pendapatan sampingan.

"Sebab, negara telah berubah fungsi hanya sebagai pemberi izin usaha pertambangan, konsesi lahan hutan dan pemberi izin investasi asing yang membawa semua tenaga kerja dari negara asal investor," urai La Nyalla.

Sejumlah peraturan perundang-undangan pun dibuat yang semakin memuluskan penyerahan perekonomian kepada mekanisme pasar. "Sehingga konsep dan filosofi Pancasila, bahwa perekonomian disusun oleh negara, untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat, menjadi dibiarkan tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar, yang memperkaya orang per orang pemilik modal," jelas LaNyalla.

Perubahan arah kebijakan ekonomi itu berimbas pada APBN yang pada akhirnya melulu mengandalkan utang.  "Tahun ini saja, kita harus membayar bunga utang saja, sebesar Rp400 triliun. Dan Presiden sudah menyampaikan dalam nota Rancangan APBN tahun 2023 nanti, pemerintah akan menambah utang lagi sekitar Rp700 triliun," beber La Nyalla.

Paradoks berikutnya adalah tugas Pemerintah Indonesia sebagaimana tertulis dalam naskah Pembukaan UUD, berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, terasa semakin jauh dari harapan.

"Bagaimana mungkin kewajiban pemerintah untuk menjamin rakyat dalam mengakses kebutuhan hidupnya lalu disebut subsidi, yang sewaktu-waktu dapat dicabut karena APBN tidak sanggup meng-cover. Kewajiban pemerintah itu diubah menjadi opsional, menjadi subsidi, sehingga dapat dihapus," kritiknya.

Senator asal Jawa Timur itu memprediksi kondisi ini akan terus terjadi. Bukan hanya menyangkut subsidi BBM, tetapi akan merambah ke subsidi listrik. Karena banyaknya izin yang diberikan kepada swasta untuk membangun pembangkit listrik swasta yang harus dan wajib dibeli oleh PLN.

"PLN mengalami over suplai listrik, sehingga nanti kompor gas rakyat yang menggunakan LPG 3kg akan diganti dengan program kompor listrik 1.000 watt, sehingga rakyat akan lebih banyak bayar listrik," ujar La Nyalla.

Ironisnya lagi, lanjut dia, tugas dan tujuan adanya pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun disederhanakan menjadi kewajiban pendidikan saja. Padahal, mencerdaskan otak dengan mencerdaskan kehidupan itu sangat berbeda.

"Mencerdaskan kehidupan itu artinya mencerdaskan kemanusiaan secara utuh. Membangun jiwa dan raga, termasuk moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme melalui ideologi," jelasnya.

Untuk itulah, dia terus berkampanye menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat.

"Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari. Kuncinya, kita harus kembali kepada Pancasila agar tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter," tuturnya.

La Nyalla juga mengajak semua elemen bangsa untuk menyatukan tekad untuk kembali kepada UUD 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa. "Di mana terdapat unsur dari partai politik, utusan daerah dan unsur golongan-golongan yang lengkap, sehingga utuhlah demokrasi. Semuanya terwadahi, sehingga menjadi demokrasi yang berkecukupan tanpa ada yang ditinggalkan," katanya

Meski begitu, UUD 1945 naskah asli wajib dan harus disempurnakan. "Agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru," demikian La Nyalla.